Semuanya berawal dari cuaca yang mendung, juga
cerita Carolline tentang persaingannya dengan Patricia untuk menarik perhatian
Albert, kakak tingkat yang ia suka. Dan
Ide itu muncul dari angela. Seperti halnya ide-ide gadis yang sedang
jatuh cinta yang mudah mempercayai mitos-mitos tentang seseorang yang akan
menjadi pasangan hidupnya, mungkin isltilah zaman sekarang sih boyfriend. Munculnya ide itu, sedikit
memberikan suasana mistis di kamar berukuran
4 x 4 meter yang berisi empat
gadis yang mungkin sedang dilema –ehem- cinta, terkecuali diriku.
Sebenarnya ini hanya tentang sebuah permainan
untuk menentukan pasangan hidup, atau minimal untuk mengetahui orang yang juga
menyukai kita. Biasalah, para gadis memang sensitif tentang hal seperti itu, tapi bukan berarti kita, para
gadis, tidak berfikir logis! Mendengar ide permainan ini, aku malah jadi ingat
tentang sebuah mitos dalam buku cerita. Di buku itu di tuliskan, bahwa apabila
seorang gadis meletakan tujuh macam bunga dibawah bantal lalu ia tidur di
bantal itu dan memimpikan seorang laki-laki, maka laki-laki itulah yang akan
jadi pasangan hidupnya. Apa aku pernah mencobanya? tentu saja tidak, toh di
halaman rumahku hanya ada 3 macam bunga saja. Lagi pula itu hanya mitos, tidak
ada alasan logis untuk mempercayainya. Dan sebenarnya permainan yang akan kita
mainkan pun sama seperti itu, hanya saja dengan media kertas dan tissue, bukan
tujuh macam bunga.
“matikan lampunya!” perintah angela yang sudah
bertansformasi menjadi cenayang utama,
“aih? buat apa? kita kan tidak akan memainkan games bloody marry” protesku,
“biar lebih seru!”
Aku tak bisa kembali mengelak, dan lampu pun
dipadamkan, sebenarnya masih ada sedikit cahaya matahari yang menyusup di
sela-sela jendela, tapi cuaca yang mendung menambah keredupan di
dalam kamar dan membuat suasana mistik semakin terasa, seolah memang mendukung
permainan ini
“begini permainannya...”
Angela menjelaskannya dengan gaya yang –dibuat-
horor, meskipun sebenarnya semuanya cenderung menjadi hal yang konyol dan lucu.
Kata Angela, Pertama-tama kita harus menuliskan nama-nama orang yang sedang
dekat dengan kita (bisa termasuk orang yang kita sukai) pada potongan kertas
kecil yang kemudian digulung. Lalau potongan kertas itu di masukan kedalam
lipatan tissue, dan digulung dengan rapat. Secara logika, tak akan ada kertas
yang bisa keluar saat gulungan tissue kembali di buka. Dan jika potongan kertas
itu ada diluar secara ajaib, maka nama pada kertas itulah yang akan menjadi
pasangan hidup kita. Konyol memang, tapi sama halnya dengan mitos bunga itu,
ini masih merupakan keisengan saja bagiku. Yah.. bukan seorang gadis namanya
kalau tidak penasaran soal hal semacam ini!
Korban Pertama permainan kali ini adalah
carolline yang sedang dilema,
“tuliskan namanya!” angela –sang cenayang mulai
beraksi
Carolline pun menurut saja, meskipun sebenarnya
dia sendiri gregetan antara percaya
dan tdak percaya. Mungkin permainan mitos semacam ini memang memiliki sihir
tersendiri untuk menarik perhatian para gadis, apalagi kalau tentang…..JODOH.
“Aduuh..?? serius nih…??” Ekspresi Carolline
mulai tak terdefinisikan olehku,
“Ayo! Tulis saja cepat!” akhirnya, Jesicca yang
sejak tadi tertawa-tawa girang –karena permainan ini- mulai angkat bicara
dengan tidak sabar.
“Albert” “William” aku mengeja dua nama yang ditulis Carolline
“Suuts! Jangan bilang-bilang ya”
“Oke, sekarang kita gulung namanya ke dalam
tissue”
“Aduh… jadi deg-degan…!!!”
“sutts diam Jesicca... aku juga tegang nih!”
Percaya atau tidak, sebenarnya aku pun terbawa suasana. Aku
sedikit menahan nafas untuk menyembunyikan degup jantungku yang temponya
semakin cepat. Aih? Kenapa aku harus ikut deg-degan? Ini kan bagian Carolline.
“Oke sudah, sekarang pegang dua gulungan tissue
ini, diamlah di pojok kamar sambil berdoa!”
kurasa Angela sudah terlihat sebagai cenayang level ahli.
“dipojok kamar?? Kenapa tidak disini saja??”
“supaya konsentrasi! Ayo sana ke pojok! Dan kalian, Ann, Jessica, jangan ribut Ok!?”
Untuk sepersekian menit kami menatap Carolline
yang berdoa –dipojokan- dengan harap-harap cemas. Dengan kondisi kamar yang
setengah gelap membuat sudut kamar lebih terasa memiliki aura aneh. Tapi
Carolline yang berdoa sambil bergera-gerak tak jelas menurutku justru terlihat
seperti sedang menahan diri untuk buang air kecil!Hmmm.. Agak tidak sinkron
memang.
“Sudah”
“Oke, kita buka gulungan tissuenya!”
Kembali kita dihadapkan dalam kondisi yang
membuat otak keram karena penasaran, dan jantung semakin berlonjak-lonjak tak
bisa diam.
“Tunggu! Aku saja yang buka gulungannya!!!”
seru Carolline,
“Ya Ampun, siapa nama yang akan keluar dari
tissue ya!”
“tapi…. Yah.. bagaimana kalau William,…?
Aduuhh....”
“sudahlah! Cepat buka” kali ini malah aku yang
jadi gregetan
Dua gulungan tissue,
itu dibuka secara bersamaan oleh Angela dan Carolline. Gerakan
mereka saat
membuka gulungan tissue terasa bagai adegan slowmotion
yang benar-benar menguji kesabaran! Perlahan...Gulungan demi gulungan membuka
dan sangat perlahan...prosesi pembukaan gulungan tissue hingga di pangkal
tissue, dan akhirnya gulungan tissue pun terbuka sempurna
dan..
“PLUKK!”
“Kyyyaaaaaaaa!!!!!Keluarr!!!!” suara kami
menandingi suara gulungan kertas dari bagian luar tissue yang
jatuh ke kaki Carolline yang terlipat..
“Wah Cepat! buka gulungan kertasnya!! Nama
siapa yang keluar!!” kali ini sepertinya Jesicca terlihat amat-sangat excited
“sebentar! Aku buka!
Aduh… deg-degan sekali”
“Wah? Kenapa bisa??”
aku hanya penasaran, bagaimana bisa kertas yang disimpan di dalam lipatan
tissue yang digulung bisa berada di luar lipatan. Belum lagi hanya salah satu
gulungan nama yang keluar.
Pertanyaanku tidak
digubris, karena kami semua kembali di buat penasaran dengan nama yang tertulis
di kertas itu. Dan sekali lagi Carolline membukanya dengan perlahan, sepertinya
ia begitu hati-hati agar kertas itu tidak sobek dan rusak. Saat kertas
terbuka..
“Kyyaaaaaa-
aa..ha.ha.ha…?” Jeritannya begitu melengking di telinga kiriku, tapi yang
paling aneh adalah eksperinya yang… yah.. pokoknya aneh! Bayangkan saja!
Ekspresinya seperti orang yang baru menang lotre sambil kebingungan mengisi TTS yang di berikan oleh renternir yang sedang menagih
hutang, yah pokoknya bayangkan sajalah!
“nama siapa yang
keluar!?” Jessica makin excited
“Albert” jawab
Carolline tersenyum lebar
“Kyyyaaaa….!!! Cie…!!!”
Lagi-lagi
kami reflex menjerit, mungkin sudah kodrat seorang gadis, di anugrahi suara
alto berfrekuensi tinggi.
“hahaha… yakin ini
benar angela??” Carolline sudah jingkrak-jingkrak sambil memegang erat kertas
bertuliskan “Albert”
“yah… mungkin…ini kan
cuma mitos”
“hahaha, menyebalkan!
Permainan ini pasti hanya menghiburku saja, tapi moga saja
benar!”
Meskipun bilang begitu,
Carolline tetap tertawa girang, mungkin permainan ini berhasil menghiburnya dan
memberinya secercah harapan? Yah setidaknya harapan bahwa dia akan menang
bersaing dengan Patricia,..
“Giliran Jessica!
Hehehe” seru Carolline –masih- terlihat senang.
“Aku? Tidak..tidak! aku kan sudah punya
pasangan!”
“ayolah jessica, it’s only a game!” bujuk Angela,
“Ikut saja Jessica, lagi pula kau kan sedang
dekat dengan guru privat-mu?” Aku malah ikut memanas-manasi, aku juga tak tahu
kenapa.
“Sini aku tuliskan namanya!” aku langsung
merebut kertas yang sudah di sobek dan menuliskan lima nama laki-laki yang
sedang dekat dengan Jessica. Kau tahu,
Jessica memang terkenal di kalangan kaum adam. Dua diantara lima nama itu
adalah nama pacar Jessica dan guru privatnya. Sebenarnya aku sengaja menuliskan
lima nama (bukannya dua nama saja) karena aku berfikir kalau ini hanya trik
logika, pasti ada kemungkinan lebih dari satu nama yang keluar. Dan itu akan
membuat pusing bukan? Tidak mungkin kan hasilnya mengatakan bahwa Jessica akan
poliandri nantinya?
Kali ini pun aku ikut menggulung kertas itu ke
dalam tissue, dan dalam pikiranku aku sudah menduga bahwa aku akan jadi korban
ketiga, maka aku mulai bersiap-siap mencari alasan untuk menolak ikut permainan
ini.
“Kalau kau berjodoh dengan pacarmu, pasti nama
yang keluar itu nama pacarmu!” kata Angela,
“haha, bisa jadi” aku masih setengah percaya
“tapi bagaimana kalau nama yang lain yang keluar..?” tanya Crolline
penasaran,
“Itu berarti.....jangan-jangan kau......?” kami
bertiga serempak menatap Jessica serius,
“Iiih... aku tak mungkin selingkuh!” katanya
dengan suara lembut-manja ciri khasnya, kami hanya tertawa...
“haha, aku percaya.. hanya saja mungkin ada
sedikit perasaan” celetukku datar, membuat
situasi jadi hening seketika.
“sudahlah, kita lihat hasilnya nanti!” Angela
menengahi sambil memulai aksinya.
***
“hhaaaahh??” itulah
gumaman Jessica saat tahu nama yang keluar. Ekspresinya lebih membingungkan,
antara tidak menerima hasilnya tapi senang..
“hahaha, tuh
kaaannn..... jangan-jangan....?” seru ku
dan Carolline menggoda Jessica,
Memang tidak bisa dipercaya! dari lima nama
yang ku tulis tetap hanya satu nama yang keluar dari lipatan kertas. Dan hal
yang tidak di percayanya lagi, yang keluar memang nama guru privat Jessica!
Jika di pikir-pikir memang sih, beberapa bulan
belakangan Jessica lebih sering bertemu
dengan guru privatnya dibandingkan pacarnya yang sedang bertugas di Quenzon
city, di tambah pula Jessica sering kali menceritakan guru privatnya itu,
Sepertinya cocok. Ah!! kenapa aku jadi ikut-ikutan tersugesti seperti ini??
Tidak-tidak.. jangan tersugesti, ini hanya mitos, ini tidak masuk akal!
“ah! ini hanya mitos! tidak akurat!Irrational!” seru Jessica tidak terima.
“Ia benar! ini hanya permainan kok, jangan jadi dasar untuk putus ya!”
Yah begitulah gadis, jika memang merasa cocok,
mereka selalu merasa senang sendiri. Tapi jika tidak, mereka baru sadar bahwa ini sebuah permainan. Tapi
anehnya aku masih menangkap senyuman senang di wajah Jessica.
“Next?”
mereka bertiga kini menatapku,
“tidak, terima kasih”
“ayolah... only
games? remember?” kata Carolline padaku, dan aku merutuki diri kenapa tadi
ikut-ikutan membujuk Jessica,
“tidak, tak ada laki-laki yang dekat denganku”
“bohong! ayolah, siapa saja!”
“hm,
oke, tapi aku sendiri yang melakukannya!” tak dapat dipungkiri, ternyata aku
tetap gadis normal pada umumnya, punya rasa penasaran.
“ah tidak seru! kita yang membuka gulungannya
saja deh... yaa??” bujuk Angela
“ok, deal..”
Deg. Seakan ada satu pukulan tabuh di
jantungku. Aku pun menuliskan dua nama
di kertas dan buru-buru menggulungnya. Kali ini aku melihat ekspresi penasaran
dari teman-temanku. Seandainya aku bercermin, aku pasti mendapai ekspersiku
sama dengan mereka. Tapi degup jantungku
kali ini tidak seaktif saat Carolline membuka kertasnya. Pasti terjadi sesuatu
hal yang biasa saja? Hn, sebenarnya ini sudah lazim terjadi padaku, bahwa
hal-hal yang berbau mistis selalu mental jika aku yang melakukannya, tidak
berfungsi.
“oke, sudah digulung? Ayo berdoa!”
Aku sendiri bingung harus berdoa apa, yang
terpikirkan olehku hanya bagaimana kertas itu bisa keluar dari lipananya. Aku
mencoba untuk fokus dan...... selesai.
“Oke kita buka gulungannya!”
Lingkaran kami semakin merapat mendekati
gulungan yang sedang dibuka, Aura penasaran juga tegang terlihat bercampur padu
dengan kamar yang semakin redup karena sudah menjelang sore, dan hujan rintik
mulai turun seperti membunyikan isyarat aneh yang tak bisa diartikan.
Kedua gulungan di tangan Carolline dan Angela
pun terbuka, dan..
“yaaahhhh....??”
Tak ada satu pun dari kertas itu yang keluar
dari tempat asalnya.
“ahaha...” kataku tertawa garing sekaligus
senang, Benarkan? hal mistik memang mental terhadapku. Aku buru-buru merebut
kedua kertas itu agar teman-temanku tidak membaca namanya.
“berarti pasangan hidupmu bukan keduanya..ada
yang lain mungkin.. ayo coba lagi” Seru Jessica,
“hahaha, sudahlah jangan memaksakan..”
“Tapi Ann..”
“sudah ah..hahaha” aku masih geli dengan
permainan ini,
“eh tapi? kenapa kertas itu bisa keluar ya?”
Kata Jessica mewakili pertanyaanku
“benar, padahal tissuenya tidak robek..”
sambung Carrolline
“itulah...sampai sekarang itu masih menjadi
misteri....hehehe” Jawab Cenayang Angela dengan gaya horornya.
***
Esoknya, dunia kembali seperti semula. Albert
masih seperti biasanya, (tidak menyatakan perasaannya pada Carolline) dan itu
membuat Carolline dilemma dalam harap-harap cemas. Angela kembali sibuk dengan
tugas Syntax-nya. Aku pun kembali harus berkutat denga tugas Literature ku yang
berjubel. Satu-satunya yang aneh adalah Jessica!
Semalaman penuh selama di asrama ia terus memikirkan
hasil permainan itu dan menelaah perasaannya.
Sepertinya dia mulai tersugesti, dan merasa bahwa dirinya memang punya
perasaan lebih pada guru privatnya. Tapi aku yakin hal itu masih terhalang
dengan rasa sayangnya pada pacarnya. Jadi tentang bagaimana perasaan Jessica
yang sebenarnya, kurasa hanya Tuhan yang tahu (sepertinya Jessica pun tidak
tahu, condong pada siapa perasaannya)
Hampir semalaman aku memancing Jessica untuk
terus menceritakan tentang guru privatnya, dan itu amat-sangat sukses! Membuatnya
semakin dilema dengan perasaannya. Hm...jadi menurutku permainan ini memang
cukup berhasil membuat dua kawanku itu
menjadi dilema, bagaimana denganku?
Ok I’ll
tell you a secret..
Usai permainan itu, kami semua kembali ke
asrama masing-masing untuk kegiatan seperti biasanya. Dan setelah beberapa jam
aku berkutat dengan tugas literature ku, aku mulai dihinggapi rasa bosan yang
teramat sangat! aku mencari-cari kesenangan untuk me-refresh pikiranku, dan tiba-tiba saja ada angin dari jendela yang
berseliweran dengan lembut, namun cukup kencang untuk membuat tempat tissue disampingku melambai-lambai sempurna
kearahku. Sedikit terhasut, aku mengambil dua buah tisu dan kembali merobek
kertas untuk menuliskan kembali dua nama yang pernah ku tuliskan sebelumnya.
Hembusan angin kembali hinggap di kamar ini,
membawa suhu dingin yang lebih menusuk dibandingkan sebelumnya. Perlahan aku
menggulung dua kertas dengan dua
tissue yang sudah dilipat. Iseng saja.
Pikirku mengelak.
Lalu aku mendekap dua
gulungan tissue itu sambil berdoa, bunyi klotrak-kletrek
dari dari arah jendela sedikit mengagetkanku dan membuat jantungku berdebar
sempurna. Tanganku sedikit dingin dan berkeringat menggenggam dua gulungan
kertas itu, kali ini tidak terasa hawa mistik. Hanya saja sedikit tegang.
Keteganganku mulai bertambah kala membuka gulungan kertas itu dan…
“keluar?” aku sedikit
kaget mendapati ada salah satu kertas yang berada di luar lipatan tissue dengan
sendirinya, aku membuka kertas itu dengan sedikit tidak sabar tapi tetap
mempertahankan ekspresi wajah yang –sok- tenang,
Kertas mulai terbuka,
dan aku mulai mengeja nama yang tertulis disana
“Haah?? Aa
ha.ha.ha.ha?” Kulihat cermin di meja belajar memantulkan ekspresiku yang sama
persis dengan ekspresi Carolline saat membaca nama Albert di kertas yang
keluar.
Ini
Mitos. Ujar Logikaku ikut tertawa.