//Senyawa Polar//
Seperti halnya pada senyawa polar,
dua kutub berbeda pun bahkan dapat membentuk sebuah ikatan.
Saat ini, aku dan Hasa sedang
menarik diri masing masing pada kutub yang berbeda. Hasa terdiam bangku paling
pojok di sebelah selatan taman, sedangkan aku berdiri terdiam dan bersandar di
sebuah lampu yang diposisikan di paling utara dari taman ini. Sudah hampir lima
menit kami terdiam berjauhan dan saling memunggungi dan membuang tatapan. Hawa
udara taman yang hangat dan cerah bagi pengunjung lainnya, justru terasa
sedingin kutub utara bagi kami. Padahal beberapa puluh menit sebelumnya, kami
sedang riang-riangnya menebar aroma dimabuk cinta.
Beberapa puluh menit sebelumnya...
Aku dan Hasa sudah sepakat akan
menghabiskan waktu bersama di akhir minggu ini. Agenda yang bisa dibilang
kencan ini, tidak direncanakan secara muluk-muluk, bahkan aku dan Hasa akan
tetap beraktifitas seperti biasanya. Pertama, kita hanya akan makan pagi
ditempat rekomendasi Hasa.
“warung Mister English” sebut Hasa
menamai tempat makan itu semaunya, hanya karena pemilik tempat makan itu selalu
menyisipkan bahasa Inggris di setiap percakapannya.
“ada menu ikan dabu dabu yang lezat
dan murah!” testimoni Hasa soal menu tempat itu. Yah... walaupun dari testimoni
itu kata “lezat” dan “murah” yang paling menggodaku. Iya, terutama kata murah.
Bagaimanapun juga, aku dan Hasa harus berhemat.
Kedua, kita akan mengunjungi sebuah
taman yang baru diresmikan minggu lalu oleh Bapak Walikota. Sebuah taman yang
disebut sebut sebagai tempat instagramable
karena gaya arsitekturnya. Sebenarnya aku dan Hasa tak bermaksud berfoto demi
konten instagram di taman itu, kita hanya bermaksud menghindari jam-jam macet
pagi karena setelah berdiam dan cuci mata di taman itu, Hasa harus mengantarku
pergi ke pertemuan pengajar bahasa. Lebih tepatnya sebuah evaluasi
mikroteaching untuk pengajar baru. Sementara Hasa akan berkunjung ke tempat
temannya yang tak jauh dari tempatku mengajar.
Lalu pulangnya kita akan menutup
kencan manis ini dengan masak makan malam bersama ditempatku. Sempurna bukan?
Yah.. seharusnya.
Setelah berusaha merapikan diri agar
bisa terlihat secantik mungkin, aku menunggu hasa di halaman parkir kosku.
Tanpa berselang lama, motor Hasa memasuki gerbang dan aku bersiap mengambil “si batok” helm khusus yang Hasa pinjamkan padaku. Aku
menghampiri Hasa yang terlihat kasual dan wangi. Apa dia juga berusaha dandan
untukku ya?
“Bajumu seperti ibu-ibu tua deh”
komentar Hasa sambil tertawa. Aku menyikut lengannya sambil merona antara malu
dan kesal. Cih, selalu sia sia lah prosesi dandanku dimata Hasa.
“cantik kok..” sahutnya lagi,
sengaja mengawangkanku.
“ibu-ibu tua yang cantik ahahaha”
koreksinya lagi. Tanpa ba-bi-bu, aku langsung duduk di belakang motornya.
“Berangkat ah, keburu macet tar!”
“Siap nona”
Sepanjang perjalanan aku dan Hasa
banyak berbicara dan banyak tertawa. Setelah topik yang loncat kesana – kemari,
topik pembicaraan Hasa akhirnya bermuara pada cerita soal teman-temanku. Inilah
cara Hasa memberiku jatah untuk ‘bercerita’. Awalnya Hasa hanya menanyakan
kabar Tana, lalu keluarlah semua cerita-cerita yang selalu kusimpan soal
teman-temanku. Aku tahu, Hasa bukan tipe penggosip, jadi bukan masalah kalau
Hasa tahu soal teman-temanku. Justru aku ingin Hasa lebih kenal dengan mereka.
“hahaha. Kalian perempuan memang
drama ya!” komentar Hasa menanggapi ceritaku
“teman-temanmu unik juga ya,
karakternya macam-macam. Tapi sih, bagaimanapun juga kurasa aku pasti bisa
mendekati mereka haha” sahut Hasa mulai menyombong soal skill sosialisasinya.
“ya..ya..ya. Perayu handal memang
bisa dekat dengan siapa saja” sindirku sambil memutar bola mata.
“iya benar sih hahaha” tawa Hasa
menarik perhatian beberapa pengendara yang juga sedang terdiam menunggu lampu
merah.
“Apalagi untuk orang dengan karakter
banyak diam sepertimu, haha, aku pasti terlihat seperti matahari..kan? menarik
dan menyenangkan. Hehe. Kebanyakan perempuan kan mencari yang begitu”
Aku terdiam tertohok. Apa menurutmu aku semudah itu jatuh cinta?
Pikirku dengan mood yang mulai mengeras, sekeras arus lalu lintas yang pada
akhirnya mulai padat sebelum jam yang kami prediksikan.
“Lihat, didepan sudah macet. Kita
skip makan di warung Mister, langsung
ke taman saja.” Ujarku pada Hasa agar mengambil jalur memutar, bagaimanapun
juga, lokasi taman lebih dekat ke tempat mengajarku, kalau harus ke tempat
makan dulu, kita akan terjebak macet dua kali.
“wah.. iya.. oke. Cari makan di
sekitar taman aja gak apa apa? Tar makan siang deng di warung misternya”
“ya, lain kali juga ga masalah”
Aku menghela nafas pendek, tepat
saat Hasa memarkiran kendaraannya disekitar taman. Aku tak boleh menghancurkan
hari ini hanya karena pikiran sensitifku.
“kenapa? Lapar?”
“hm.. belum lapar sih aku”
“haha dusta, yuk sambil cari
jajanan saja”
Kami akhirnya berjalan memutari
taman sambil kembali bercanda sok mesra. Tapi akhirnya tak ada satupun jajanan
yang mengguggah selera. Aku dan Hasa memutuskan untuk duduk di bangku panjang
sebentar sembari kembali mengabsen jajanan yang kami temukan untuk kemudian
diseleksi mana yang paling nikmat dijadikan sarapan pagi. Saat itu jam
menunjukan pukul 9.20, sedangkan jam microteachingku
adalah jam 10.30.. masih banyak waktu untuk menikmati kencan manis ini.
“jadinya mau beli apa nih” sahut
Hasa melihat-lihat jajanan di sekeliling kami.
“bentar dong rehat dulu”
“wah.. banyak juga ya pasangan yang datang
kesini” kali ini dia melihat-lihat situasi taman. Benar-benar tipikal observer!
“haha, iya dan kita malah nambah
jumlahnya”
“coba kalau kita bertiga, kan jadi anti-mainstream ahahaha” mulai lagi dia
dengan candaan nyelenehnya. Aku mengangkat alisku.
“bertiga?”
“ya.. kan jarang pasangan yang
istrinya dua jalan jalan bertiga gitu
ke taman”
“dimana-mana pasangan ya dua”
“iya kan.. berpasangan memang
berdua, nih ya.. laki laki satu, berpasangan dengan perempuan A, misalnya,
disebut pasangan bukan?”
“iya” jawabku sambil memijat keningku. Aku tahu
kemana arah pembicaraan ini.
Hhh...mulailah dia dengan argumen logikanya.
“terus laki-laki itu berpasangan
dengan perempuan B, disebut pasangan
bukan?”
“haha yah.. kau pikir senyawa polar?
Bisa berikatan kemana saja asal berbeda kutub dan saling melengkapi?
“aku cuma tanya, disebut pasangan
bukan, Lea..”
“hhh...iya”
“legal kan?”
“iya”
“terus apa masalahnya?”
“gak ada, siapa yang bilang ada
masalah”
Hasa tertawa melihatku menjawab
ketus tanpa memandangnya, tapi entah naluri pria memang selalu bersemangat membicarakan hal seperti itu, atau memang Hasa ingin menjahiliku, dia malah
melanjutkan pembicaraannya.
“ya... berarti bisakan punya dua
cewek? Sebenarnya ini imajinasi terliarku saja, haha tapi sepertinya seru punya
dua cewek dan dua duanya bisa akur”
Deg.
“haha gak lucu” Kataku sinis.
Sebenarnya aku lebih ingin
membisu. Tapi Hasa tak bisa diam.
“Apa aku coba dekati satu lagi ya?
Hehehe.. atau aku dekati temanmu saja deh.. gimana.. hehe.. jadikan kamu juga
sudah kenal. Gak akan canggung nantinya. Sama Lala bakal seru kayanya.. haha,
dia juga pasti mau kalau aku dekati..”
Deg!
“nggak bakal seru lah.” Komentarku
lagi
“tapi kan nanti juga kau gak akan
cape.. semisal ak—“
Aku meliriknya dengan seringai yang
dipaksakan.
“oke, kalau gitu dibalik, aku saja
dengan dua cowok, temanmu misalnya—“
“GAK LUCU ALEYA!”
Hasa tiba-tiba bangkit dengan emosi
yang sudah memuncak. Aku nyaris terjembab karena dia menggeserku yang terduduk
didekatnya.
“kan misal, lagipula sama kan”
“BEDA! KAU BICARA BEGITU BERARTI KAU
MERENDAHKAN DIRIMU SENDIRI!”
Suara Hasa meningkat tinggi beberapa
oktaf, ikut meninggikan titik didih emosiku.
Kau pikir kau tidak sedang merendahkanku dengan bicara begitu? Apa aku
benar-benar segampang itu buatmu!?
Kalimat sepanjang itu hanya berujung
pada kata
“terserah”
Setelah itu Hasa berpindah tempat
menjauh dariku, begitupula aku.
Saat ini....
“Haaaaaaaaah!”
Aku menghela nafas panjang, memahami
situasi kali ini, Hasa sama sekali tak bergeming dan membeku di seberang taman
sana. Perdebatan nuraniku sejak tadi berkemelut tak kunjung usai.
KENAPA HASA YANG MARAH!? HARUSNYA AKU! DIA YANG SUDAH BERCANDA SEMAUNYA
TANPA MEMENTINGKAN PERASAANKU!
Sahut egoku membahana.
Tapi bagaimanapun juga Hasa hanya bercanda..kita tak bisa begini terus.
Sebaiknya aku minta maaf..tapi bagaimana..
MINTA MAAF? OH AYOLAH. HARUSNYA DIA YANG MINTA MAAF! UCAPANNYA KETERLALUAN.
Mungkin kita sama sama emosi begini karena kita lapar.. belum sarapan..
Sisi lembutku masih saja mencari
pembenaran keadaan yang sebenarnya cukup masuk akal juga.
MANA MOOD MAKAN. DIA BAHKAN MENDORONGKU SAMPAI NYARIS TERJEMBAB.
Yah.. mungkin saja itu tak sengaja. Kurasa lebih baik cari makan dulu.
DIA TAK AKAN PEDULI SOAL MAKANAN
Akhirnya, dominasi kedua sisi itu
menimbulkan pikiran keisengan dalam diriku. Aku memutuskan untuk membawa si batok dan membeli makanan. Aku tahu,
Hasa akan khawatir.. dan tepat saat Hasa
mencariku, aku akan muncul di hadapannya sambil membawa makanan dan tara... aku
akan menggodanya yang sedang marah.
Aku menyeringai.
Setelah membawa helm di tempat
parkir, aku memutuskan untuk membeli bubur ayam, walapun bukan kesukaan Hasa,
tapi kurasa bubur ayam adalah menu yang tepat untuk sarapan. Setidaknya semoga
itu bisa memperbaiki mood kita berdua.
Aku cukup lama mengantri, lalu tiba-tiba
ponselku bergetar seiringan dengan Bapak tukang bubur ayam yang menanyakan
pesananku.
“dua, yang satu pakai telor yang
satu pakai ati ampela, jangan pakai kacang ya pa”
Aku membuka ponselku dan muncul nama
Hasa disana.
[Hasa <3 : Kau pergi?]
[Hasa <3 : Yasudah aku pulang!]
[Hasa <3 : Makasih buat semuanya.]
[Hasa <3 : jaga diri baik baik]
Emosiku kembali bergejolak, perasaan
antara panik, kecewa dan marah bercampur aduk dalam diriku.
[Leya : Sedang beli bubur]
Usai memberikan uangnya, aku
bergegas kembali ke taman, Hasa sudah tak ada. Aku lalu mencarinya ke parkiran,
motornya pun sudah tak ada.
[Leya : dimana?]
[Leya : setidaknya sarapan dulu]
[Hasa <3 : tak butuh!]
[Hasa <3 : aku merencanakan untuk
menghabisakan waktu denganmu bukan hanya untuk sarapan!]
Aku menarik nafas dan membuangnya
dengan kasar. Akhirnya, aku terduduk lemas di tempat kita berdua tadi sempat
bercanda.
Bodoh kenapa jadi begini.
LIHAT! DIA BAHKAN TAK KHAWATIR DAN MENCARI TUH, MALAH MENINGGALKAN.
Diantara marah dan sedih,
ketakutanku kembali menguar.
Bagaimana jika peristiwa dulu terulang lagi...? Dia benar-benar pergi.
Aku mendongakan kepalaku, demi
menahan air mata. Tak boleh menangis, ini tempat umum. Aku duduk ditempat itu
cukup lama, berharap Hasa melunakan sedikit kemarahannya dan kembali. Diambang
antara harapan dan ketakutan adalah bukan sesuatu yang menyenangkan.
“Sini”
Tiba-tiba dari arah samping Hasa
menarikku menjauh dari taman menuju tempat yang tak banyak orang berseliweran.
Dia kembali..
“APA MAKSUDMU PERGI MEMBAWA HELM MU?”
Bentak Hasa.
Aku hanya ingin membuatmu khawatir bodoh.
“KAU MAU MENINGGALKANKU!?”
“Aku cuma mau beli bubur”
Jawabku sambil membuka bungkus bubur
untuk kita berdua. Hasa tak peduli soal buburnya.
“BOHONG. KAU MAU MENINGGALKANKU
KAN!?”
Bentakan Hasa semakin menjadi, aku
mendongakan kepalaku menatap kearahnya. Ada kemarahan dan perasaan takut
disana.. sama... denganku?
“KAU PIKIR AKU BODOH? JANGAN BOHONG!
KALAU MAU BELI BUBUR KENAPA HARUS BAWA HELM!?”
Kalau mau meninggalkanmu, saat ini aku mungkin sudah di kendaraan lain,
bodoh. Bahkan mungkin sudah hampir sampai di tempat microteaching.
“DENGAR YA! SEKALINYA KAU MARAH,
LALU PERGI BEGITU SAJA, SETERUSNYA KAU AKAN BEGITU. LALU TIBA-TIBA KAU
BENAR-BENAR AKAN PERGI!!!! AKU SUDAH TAHU WATAK SEPERTI ITU. KUPIKIR KAU AKAN
BERBEDA DENGAN PEREMPUAN LAIN TERNYATA SAMA SAJA!”
DEG!
“Aku.. tak.. akan pergi kok”
Kataku mulai terisak, aku berusaha
memakan buburku untuk mengalihkan perhatianku.
“TERUS APA MAKSUDNYA PERGI BEGITU!?
KALAU MAU AKHIRI SAJA SEKARANG HUBUNGAN KITA”
Untuk sepersekian detik duniaku
berhenti.
Kalimat itu.... Bagaimana bisa kau mengucapkannya seringan itu?
Sekalipun marah...setidaknya..
Aku mulai menangis. Aku kembali
dipeluk rasa takut yang sudah lama kusimpan.
“Aku cuma mau beli bubur.” Jawabku berulang-ulang.
Aku memberanikan diri menatap Hasa
demi melihat sorot kesedihan dan ketakutan yang tampak sebersit tadi. Apa sorot
itu masih ada disana? Atau dia sungguh-sungguh..
“AKU TAHU, POLA SEPERTI INI KARENA
AKU SUDAH SERING MENGALAMINYA! SEKALINYA KAU TERBIASA PERGI, MAKA KAU AKAN
PERGI!”
Sorot itu masih ada,
timbul-tenggelam diantara rona ekspresi kemarahan Hasa.
Padahal kau yang...
“Maafkan....aku... tak... seharusnya
aku.... membuatmu... khawatir”
Kataku terbata-bata. Air mataku
sudah tak bisa lagi kukendalikan. Beruntung tak ada orang yang melihat situasiku
yang memalukan ini.
“Kalau kau marah, bukan begitu cara
menyelesaikannya. Bukan dengan pergi....”
Setidaknya kau tahu.. aku marah... tapi kenapa..
“Maafkan...aku..”
Semua ocehan egoku runtuh oleh rasa takutku
kehilangannya. Lagi.
Akhirnya Hasa berhenti bicara. Dia
menarik nafas dalam dalam seolah sedang menarik ketenangan agar masuk kedalam
dirinya.
“Jangan menangis... jelek”
Aku malah semakin terisak. Sambil
membiarkanku tenggelam dalam tangisan, Hasa menghabiskan bubur yang sudah mulai
dingin. Lalu Hasa mengusap kepalaku dan berusaha
tersenyum.
“Jangan begitu lagi ya!”
“maaf..”
“sudah, cuci muka sana, kau harus microteaching bukan? Wajahmu jelek kalau
nangis, gak ada cantik cantiknya”
Tanpa menggubris candaannya aku
pergi mencari toilet umum untuk mengkondisikan kembali wajahku. Meskipun sudah
tenang, masih ada kemarahan yang tersisa dalam diriku. Aku masih menyalahkan
Hasa, seandainya dia tidak bercanda keterlaluan. Aku menatap wajahku dicermin,
ekspresiku dengan Hasa, tak ada bedanya. Rasa takut, Kemarahan, Kekecewaan juga
Ego tergambar jelas di ekspresi itu.
“Haha.. tentu saja, senyawa non
polar, dengan kutub yang sama, akan susah terlarut” gumamku tiba-tiba ingat
penjelasan guru Kimia SMA ku.
***
[Hasa <3 : aku tak jadi bertemu
temanku, aku akan menunggumu sampai selesai, semangat ya, microteaching nya! <3]
Aku tersenyum sendiri membaca pesannya.
***
“Aley, ayoo belanjaa!”
“Aley kau suka spaghetti? Kita buat yang banyak ya!”
“Kita buat dagingnya yang banyak ya!”
Hasa terlihat ceria seperti sebelumnya. Dia benar-benar berusaha
mencairkan suasana. Aku ingat, dia pernah bilang padaku bahwa dulu dia adalah
tipikal pemarah yang tak pandang bulu. Entah perempuan ataupun laki-laki, jika
sudah membuatnya marah dan kecewa. Dia
tak mau peduli.
Seberapa besar energi yang kau
butuhkan untuk peduli padaku..?
“hehe makasih”
Untuk hari ini dan semuanya..
***
Aku dan Hasa tersenyum bangga
setelah makanan hasil kita berdua telah tersaji dan tertata. Aku mulai
foto-foto spaghetti hasil buatan kita untuk dipamerkan ke sosial media. Setelah
itu, kami mulai berebut untuk menyantap mie ala italia itu. Aku dan Hasa makan
sepiring berdua, karenanya dentingan antar garpu dan piring benar benar menjadi
irama perebutan yang seru. Tapi akhirnya kita tertawa bersama, menikmati saat –saat
itu.
Setelah spaghetti itu ludes tak
bersisa dan hanya menyisakan piring yang bersih dan licin. Hasa terdiam lama
menatapku. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk mengusap kepalaku
selembut-lembutnya.
“Maafkan aku ya..”
Perasaanku langsung mencelos luluh, air
mataku nyaris meleleh lagi.
“maafkan aku juga”
Hubungan
adalah juga tentang menyeimbangkan polaritas yang dimiliki, antara positif dan
negatif, antara panas dan dingin, antara marah dan ramah. Sebab seperti halnya
senyawa polar yang memiliki dua kutub berbeda, ia justru akan lebih mudah
melarutkan diri dalam ketenangan.
"Minggu depan kita kencan lagi ya, haha"
"Eh?"
"Kan belum sempat ke warung Mister English"
"hahaha, siaap"
0 komentar:
Posting Komentar