Terlepas dari penting dari tidaknya penyelenggaraan kontes kecantikan, pemahaman ideologi, terutama ideologi multikulturalisme pun ternyata bisa menimbulkan kontroversi bagi ‘keberadaan’ kontes kecantikan. Namun pembahasan utamanya ialah : “benarkah para Muslim yang bernaung ideologi multikulturalisme tidak toleransi pada kontes kecantikan??”
Meski dalam naungan ideologi multikutralisme, bukan berarti masyarakat harus mengartikan toleransi sebagai aktivitas untuk mengikuti dan menerima keragaman (baik agama maupun budaya). Pada dasarnya toleransi berarti sebagai upaya untuk menghilangkan diskriminasi, bukan hal untuk ‘menyamakan’ diri. Mantan Presiden indonesia pun (Soeharto) pernah menekankan bahwa toleransi agama ialah pengakuan adanya kebebasan untuk berkeyakinan. Beliau tidak mengatakan bahkan menjelaskan bahwa toleransi berarti mengikuti budaya maupun ketentuan dari agama lain. Pun demikian mengenai kontes kecantikan.
Adanya kontes kecantikan bukan merupakan hal yang salah dikalangan masyarakat umum. Terutama di kalangan masyarakat yang berideologi multikulturalisme. Bukankah dengan demikian kontestan wanita muslim pun di perbolehkan mengikuti kontes kecantikan? Secara umum tentu saja.
Hanya saja hal yang perlu di tekankan ialah bagaimana wanita muslim tersebut menanggapi kontes kecantikan dengan ‘mempertaruhkan’ agamanya hanya dengan berlandaskan ‘multikuturalisme’. Seperti halnya Rima Fakih yang mendapatkan penolakan dari penduduk lokal kota asalnya. Karena sebenarnya Rima pun bukan muslim sepenuhnya. Sebuah berita menjelaskan bahwa keluarga Rima Fakih berasal dari latar belakang yang berbeda , bahkan dia sendiri di sekolahkan di sekolah katolik dan memiliki lukisan yesus[1].Maka masihkah hal tersebut di katakan toleransi dalam multikulturalisme?
Sama halnya dengan Shanna, Miss Univerese yang mendapatkan banyak kasus ancaman bahkan hingga ancaman mati. Namun, Seperti halnya peribahasa “tak akan ada asap tanpa api” maka aksi protes terhadap Shanna pun bukan hal yang semena-mena dilontarkan para muslim begitu saja. Karena bagaimanapun, hal kotroversial yang Shanna lakukan adalah ketika melakukan parade menggunakan bikini pada babak pertama kontes kecantikan. Padahal kecantikan fisik bukanlah bagian utama dari kontes kecantikan. Reinita Arlin Puspita, Putri Pariwisata Indonesia 2012 mengatakan bahwa ajang kontes kecantikan yang diadakan sekarang ini tidak hanya menonjolkan kecantikan fisik saja, namun kecerdasan dan karisma orang tersebut.
Salah satu penentangan terhadap Shanna ialah Mohammed Shafiq, dari Yayasan Ramadhan yang bergerak dalam pembinaan kaum muda Islam di Inggris. "Islam sangat jelas bahwa seorang perempuan harus berpakaian dengan sopan dan kami tidak yakin bahwa berparade dengan bikini adalah tepat."
"Jelas menurut kami bahwa yang dilakukannya tidak pantas. Banyak perempuan yang berpendapat kontes itu menurunkan martabat,".Shafiq mengatakan bisa menerima hak bagi perempuan Muslim untuk mengenakan pakaian pilihan, namun hidup di negara Barat tetap harus menghormati Islam[2].
Dengan demikian ideologi multikulturalisme dan masyarakatlah yang sebenarnya harus menghargai islam, baik dalam hal moral dan aturan Islam. Intinya, para ‘pelaku’ kontes kecantikan lah yang seharusnya mempertimbangkan kepercayaan dan keputusannya.
Kontes kecantikan bukanlah tersangka utama. Karena jika demikian, bagaimana dengan kontes kecantikan muslimah yang menilai prestasi dan pemahaman Al-Quran kontestannya?
“Both Muslim and Christian faiths are followed by different strands of Fakih's family, which has roots in the southern Lebanese village of Srifa. She was sent to a Catholic school in New York, and in her Dearborn home they celebrate Christmas and have a painting of Jesus on the wall.”
[2] http://super-tooks.blogspot.com/2012/06/wanita-muslim-di-inggris-mau-jadi-ratu.html