Pintu Ajaib


pictures from : archiproducts.com

Annakku, jauh dalam dirimu terdapat sebuah pintu. Pintu yang harus kau jaga dengan baik, pintu yang menjadi  tempat masuk ke sebuah ruangan yang penting dan sakral, pintu yang jika seseorang masuk ke dalamnya akan mengantarkan ke dunia lain yang sulit di uraikan, tapi jika kau membiarkan pintu itu terbuka sembarangan maka pintu itu akan rusak dan kau yang akan terluka. Itulah pintu Ajaib-mu.
                Begitulah leluhurku memberitahukanya secara turun temurun hingga sampai padaku. Tapi jangan kau kira pintu ini seperti  “pintu kemana saja” milik doraemon. Bukan! Ini sama sekali berbeda. Nenekku memang tak begitu menjelaskan secara rinci ketika aku bertanya “memangnya pintu apa ini?” Waktu itu umurku baru lima tahun, dan aku tak begitu memperhatikan (apalagi mengerti) tentang pintu ajaib ini. Satu-satunya yang ku ingat dan kuamalkan sejak dahulu adalah petuah beliau agar aku mengunci rapat pintu ajaib ini sampai tiba waktunya.
                Pernah aku bertanya lagi pada nenek, “nek siapa saja yang boleh melewati pintu ajaib ini?” beliau tersenyum lalu menjawab “orang-orang pilihan yang istimewa” . Merasa tak puas, aku bertanya lagi “orang istimewa yang bagaimana?” nenek malah menjawab dengan tawa renyah khasnya sambil mencubit hidungku  “yah.. orang istimewa seperti cucuku ini ha..ha..” aku cemberut dan merajuk “memangnya siapa nek.....!” nenek kembali tertawa dan berkata “nanti juga kau tahu sayang..”
                Sebenarnya sih, nenek pernah memberiku satu petunjuk tentang cara membuka pintu ajaib ini dan orang yang bisa memasukinya.  Dari penjelasan nenek yang begitu penuh misteri dan sulit ku mengerti, aku berhasil menyimpulkan cara untuk membuka pintu ajaib ini sebenarnya sedehana saja, kita hanya perlu menyebutkan kata kunci semacam password khusus di  tempat dan saat yang tepat dengan cara yang tepat pula. Tapi itulah letak kesulitannya, tempat yang seperti apa? Kapan? Dan bagaimana cara yang tepat itu? Tak ada keterangan lebih lanjut soal itu. Dan tentang orang khusus yang bisa melewati pintu ajaib itu, nenek hanya memberiku petunjuk yang blur. Beliau bilang, orang istimewa itu ada orang yang bisa membuatku dekat dengan Allah.  Itu saja, dan lagi-lagi tak ada penjelasan yang lebih detail tentang itu.
                Yah, maka dari itu sampai saat ini pintu itu tetap kukunci rapat-rapat.  Aku gembok kuat-kuat dan menyegelnya dengan rapi. Tapi percayalah, ini bukan perkara mudah! Sepanjang usiaku bertambah, maka ada saja orang-orang yang mencoba memaksaku membuka pintu ajaib itu, apapun caranya.  Akan ku beri tahukan tentang orang-orang separuh istimewa yang mampir menerobos pintu ajaib ini.
                12 November  2005
                Aku berusia sebelas tahun. Pintu Ajaib pun masih tertutup aman oleh keitidaktahuanku tentang pintu itu. Satu-satunya alasanku masih menutup pintu itu adalah karena aku tak ingin melanggar petuah nenekku juga leluhurku. Tapi suatu hari sahabat kecilku mampu membuat pintu itu bergoyang. Aku pikir mungkin bisa jadi dialah orang istimewa itu, ragu-ragu aku terus mengamati sahabat kecilku itu.  Waktu tetap berjalan seperti bisanya, juga seperti teori relativitas enstein yang kadang terasa cepat dan lambat. Dan pintu ajaibku tetap bergoyang jika sahabatku mendekat.
                Aku bercerita pada nenekku tentang itu, “ya..ya...ya... bisa jadi dia memang orang istimewa itu” kata nenekku tersenyum geli, aku tak tahu kenapa senyumnya aneh seperti itu “tapi kalau dia datang beberapa tahun lagi...” lanjutnya lagi menatapku.Beberapa tahun lagi!? Kapan nek!? Kenapa lama sekali!? Apa ini bukan ‘waktu yang tepat’ seperti yang nenek maksud? Berondongan pertanyaan itu akhirnya hanya ku simpan untukku saja. Mengingat nenekku yang sudah udzur dan berwatak misterius, aku yakin aku tak akan mendapatkan jawabannya dengan mudah.
                Akhirnya di bulan yang kesebelas ini, gebrakan hebat terjadi. Sahabatku itu mengirim sebuah surat padaku. Jika kau mau tahu, isi surat ini sebenarnya seperti surat anak sebelas tahun pada umumnya yang terlalu sering menonton film sinetron. Meskipun (jika diingat-ingat lagi) surat itu ditulis dengan tulisan tangan biasa dengan bahasa yang standar pula, tapi bagiku itu adalah surat yang begitu mengagumkan dan berkesan! Yah secara tidak langsung, surat itu seperti  surat izin untuk melewati pintu ajaibku ini. Dan lagi-lagi pintuku bergoyang. Aku bingung.
                Tak tahu apa yang harus kulakukan, maka aku memilih diam. Aku juga memang ingin membuka pintu ajaib ini, aku tak yakin sampai kapan harus menguncinya. Tapi ada rasa takut dalam diriku jika membuka pintu itu sembarangan. Ah ya, nenekku pernah bilang bahwa jika pintu ajaib ini dibuka secara sembarangan atau dibiarkan terbuka lebar maka banyak hal buruk yang bisa terjadi, misalnya masuknya orang-orang jahat,  perampok, atau bahkan mungkin pembunuh! Mengerikan! Akhirnya surat itu kusimpan tanpa memberi izin atau melarangnya membuka pintu ajaibku. Semuanya ku selesaikan dengan diam.
 15 April 2008
Sampai tanggal ini pun, pintu ajaibku masih tertutup. Dan usiaku sudah berada di tahun ke 15. Aku yang remaja ini sudah mulai tahu kenapa aku harus menutup pintu ajaibku, bukan lagi karena mengikuti aturan nenek, tetapi lebih karena  aku tak ingin pintuku rusak dan terluka. Tapi di tanggal ini kembali pintuku berguncang keras seperti empat tahun silam. Ini karena aku bertemu dengan seseorang  yang (menurutku) memiliki aura cemerlang, dia orang yang cerdas, kritis dan perhatian. Biasanya, aku hanya bisa mengamatinya dari jauh,  tapi di hari ini tiba-tiba saja aku terpilih sebagai anggota untuk lomba paduan suara yang nantinya akan di pimpin oleh orang itu.Saat itu aku yakin sekali inilah yang disebut An-Nashr (Pertolongan Allah) karena (asal kau tahu saja) sebenarnya suaraku sangat parah untuk dimasukkan ke kelompok paduan suara, untuk lomba pula! Itulah sebabnya selama latihan aku adalah “orang yang paling diperhatikan” orang-orang yang bersuara emas mendadak limbung mendengar suara peruggu-ku bercampur diantara mereka. Tapi justru tulah yang membuat orang itu sebagai pemimpin, bertangung jawab untuk melatihku secara intensif lebih dari yang lain, Allah memang Maha Cerdas!
Sejak hari itu, pintu ajaibku mulai menjadi tidak sabaran. Berulang kali ia minta di bukakan, aku jadi gila sendiri menghadapi hal semacam ini, ditambah aku sudah tidak bisa lagi bercerita pada nenek yang sudah berpulang ke rahmat-Nya. Satu tahun berjalan, pintu ajaibku masih tertutup dalam pemberontakan yang hebat. Aku mulai kesenangan sendiri dengan sensasi perasaan yang baru saja aku kenal. Tapi disisi lain aku pun masih takut pintu ini akan rusak begitu saja jika dibuka. Satu tahun aku dalam dilematis berkepanjangan, maklumlah anak remaja!
Di tahun kedua, orang itu justru semakin dekat denganku juga dengan pintu ajaibku. Seolah dia berada diambang pintu namun tak pernah mengetuknya. Aku mulai kalah, dua tahun melawan pemberontakan pintu ajaibku sendiri. Meskipun takut, aku mulai mencoba membiarkan pintu ajaibku ini. Berharap orang itu bisa mengucapkan password yang bisa membuka pintu ini. Di hampir tahun ketiga, pintu ku masih sama, tertutup —berharap dibuka. Tapi orang itu tetap di ambang pintu, tak mengucapkan password bahkan mengetuk pintu sekalipun tidak.  Aku mulai gamang, bahwa keberadaannya yang diambang pintu ajaibku ini hanyalah ilusi kesenangan diriku semata, ilusi fatamorgana yang aku ciptakan sendiri.  Aku mulai berfikir lebih cerdas seprti seorang detektif, aku mencari tahu fakta, motif bahkan kasus-kasus yang berhubungan denganku dan orang itu.
Dan akhirnya,  benar saja dugaanku! Di hampir tahun ketiga ini dia mengucapkan sebuah password,  tapi tidak di depan pintu ajaibku melainkan di depan pintu ajaib teman dekatku. Dan dia mulai memasuki ruangan penting yang sakral milik temanku itu. Sejak saat itu, dia ter-blacklist sebagai orang yang istimewa yang tidak akan bisa memasuki pintu ajaibku. Pintu ajaibku kembali aku kunci rapat-rapat, dan karena takut pintu itu berontak lagi maka aku menyegelnya.
Cukup miris memang, tiga tahun terakhir terkikis hanya untuk berilusi. Tapi semuanya tak berakhir mengenaskan begitu saja.  Aku masih berteman dekat dengan orang itu karena entah kenapa aku selalu berada satu sekolah lagi dan lagi dengannya dan aku mulai tahu bahwa dia bisa dengan mudah masuk dan keluar pintu ajaib orang-orang termasuk teman-temanku, tapi tidak untukku.
21 April 2010
                Hari ini aku terdiam di sebuah ruang ujian, ketakutan. Satu, aku takut untuk soal-soal ujian akhir yang menggeliat nakal di mataku—susah dijawab! Membuatku terbayang-bayang kata TIDAK LULUS.  Dua, aku takut kalah oleh teman-temaku yang punya kertas kecil bertuliskan huruf-huruf latin A-D sebagai senjata rahasia. Dan Tiga, aku takut pada keadaan juga perasaan.
                Untuk rasa takutku yang ketiga, akan kuceritakan padamu.
                Seminggu sebelum ujian akhir, adalah hari penentuan untuk tahun yang penuh misteri. Aku menamainya ‘tahun puisi’. Entah sejak kapan, tapi yang pasti beberapa bulan terahirku disekolah aku tertarik pada sebuah rangkaian puisi. Aku sangat tahu, satu demi satu puisi itu memiliki makna yang bersambung dan di tujukan untuk seseorang. Dan aku juga sangat tahu, bahwa yang membuat puisi itu adalah sahabat dekatku. Satu hal yang ingin aku tahu hanyalah ‘untuk siapa?’ karena sepertinya rangkaian puisi itu tidak ditujukkan untuk seseorang yang sudah memasuki pintu ajaibnya: Pacarnya. ‘kenapa?’
                Setiap kali aku membaca dan berusaha mengartikan puisi yang terpampang di Mading (Majalah Dinding) itu secara tak sadar ternyata pintu ajaibku selalu bereaksi kecil. Aku tak mengerti maksudnya.  Sesekali pintu ajaibku bergoyang, atau mungkin hanya menggerakkan rantai-rantainya—ingin dilepaskan. Setiap ada satu syair yang menambah rangkaian puisi itu, setiap itu pula aku merasa seperi membaca diriku. Sejak itu aku sudah takut pintu ajaibku akan berontak lagi. Maka aku putuskan untuk tidak lagi menganalisis rangkaian puisi itu. Dan aku tak pernah mau menanyakannya pada sahabat dekatku itu, seolah aku sudah tahu jawabannya dan tidak menerima bahwa jawaban itu akan keluar dari mulutnya. Diam selalu menjadi pilihanku.
                Seminggu sebelum ujian akhir,  aku baru sadar bahwa diam-ku itu tidak menyelesaikan masalah, pintu ajaibku semakin meracau! Seperti pintu lift yang terkena konsleting arus listrik. Dan kejutan listrik itu datang dari sahabatku sendiri. Tanpa banyak tanya dariku, dia memberikanku jawaban.
                “kau harusnya sadar. Itu untukmu!” kejutan listrik pertama yang ia lontarkan pada pintu ajaibku. Rantai gembok pintu ajaibku mulai merenggang.
                Untukku? Kenapa harus untukku? Kenapa bukan untuk orang yang sudah tinggal di ‘ruangan’-mu?  Orang yang sudah melewati pintu ajaibmu?
                “aku juga tidak tahu. Seolah ada dua pintu ajaib yang kumiliki. Satu untuknya dan satu lagi..” kejutan listrik kedua darinya, seolah memang ada satu lagi pintu ajaib khusus untuk di lewati. Pintuku kembali berontak.
                Apa iya seseorang bisa memiliki dua pintu ajaib?  
                “.....” tak ada jawaban yang lainnya lagi. Hening. Meskipun pintu ajaibku masih tertutup rapat, aku tetap terdiam lemas.  Jika ada dua atau tiga kejutan listrik lagi mungkin pintuku benar-benar akan terbuka.  Aku harus cepat-cepat pergi.
                “baiklah, biar kupikirkan dulu” racau mulutku sambil tersenyum padanya.
                Memangnya apa yang harus dipikirkan lagi!?
                Tiga hari setelah itu, aku baru saja memahami apa yang benar-benar terjadi waktu itu. Meskipun menurutku tiga hari itu waktu yang tidak cukup lama, tapi ternyata aku masih bisa berfikir jelas. Aku menemukan satu hal yang menjadi batas pintu ajaibku dan pintu ajaibnya.  Sebuah dinding besar yang menjadi penghambat.Karena kita sahabat dekat? Bukan. Bukan karena kita sahabat lantas hal itu menjadi dinding pembatas. Tapi lebih  karena sebuah jarak.
                Jarak yang hanya aku, dia dan tuhan saja yang tahu jarak tentang apa dan seberapa jauh. Perbedaan  jarak yang membatasi pemahaman kita tentang pintu ajaib. Jarak yang membatasiku dengan seseorang yang sudah berada di ‘ruangan’nya. 
                Usai ketakutanku melewati hari-hari ujian akhir di sekolah ini semuanya menjadi blur. Jika jarak yang menjadi masalahku denganya, ternyata jarak pun menjadi solusinya. Aku lulus dari sekolah itu, dan tak menduga bahwa aku menjadi sangat jauh dengan sahabat dekatku itu. Tak ada lagi celotehan canda, tak ada lagi nasehat motivasi, tak ada lagi ejekan-ejekan riang. Jarak itu sudah berhasil membuat semuanya hanya menjadi sapaan-sapaan datar. Sekali lagi, Pintu ajaibku tetap tertutup untuknya dan untuk siapapun.
                Belakangan, aku baru sadar bahwa selama bersahabat dengannya aku selalu menganggapnya sebagai kakak terbaikku (berhubung aku tak pernah punya kakak kandung) hanya saja sampai saat ini aku tak bernah berani memnggilnya ‘kakak’  secara langsung.  Dan sederhanyanya, itu pula yang menjadi alasan dia tak bisa memasuki pintu ajaibku,  karena dia kakakku.
                Tapi sudahlah, sampai saat ini sang jarak masih menjadi solusi yang menyedihkan diantara aku dengannya.
Di Salah satu hari di Bulan ketujuh di abad ke 20
Aku sudah berada di ujung usiaku yang ganjil, 19 tahun.  Dan Belum. Pintu Ajaibku memang belum terbuka seutuhnya. Tapi kawan, aku juga tak mungkin terus-menerus menggembok pintu ajaibku ini. Demi menyadari keberadaan seseorang yang istimewa seperti kata nenek, maka tepat saat ini, saat ketika aku meniup sembilan belas lilin di atas kue tart  aku melepas segel juga rantai gembok pintu ajaibku, aku pun membuka kunci pintu ajaibku ini. Lalu jika ada  orang istimewa yang datang dengan passwordnya di waktu, tempat dan dengan cara yang tepat.  Maka akan kuizinkan orang itu untuk memasuki pintu ajaibku dan menjadi tamu ku.
                Anakku, aku beritahu padamu, pintu ajaibmu itu harus kau jaga baik-baik karena pintu ajaibmu itu adalah pintu masuk ke sebuah ruangan yang lemah tapi juga kuat, ruangan yang jelek  tapi juga indah, ruangan yang menakutkan tapi juga membahagiakan, tergantung orang istimewa yang kau izinkan memasukinya. Dan Satu hal yang pasti, orang istimewa itu bisa melantunkan ayat-ayat yang membuatmu dekat dengan-Nya. Anakku, kau harus tahu, pintu ajaibmu ini adalah pintu masuk ke sebuah ruangan yang bernama hati.