Lagi – lagi aku ditarik kedalam atmosfer
kehidupannya. Hasa mengajakku untuk menghadiri pernikahan Rasha, sahabatnya di
daerah pantai selatan. “Sekalian liburan ya” ujarnya semangat.
Siang ini, aku, Zahra dan Gamtina
sedang khidmat menelaah menu makanan di sebuah café ramen yang baru saja
buka. Tempat ini cukup sepi untuk sebuah café
yang sering di rekomendasikan bayak
orang.
Mereka juga punya tempat di bilik
ingatan Hasa, bahkan satu – dua dari mereka berkontribusi langsung dalam
menjadikan seorang Hasa yang seperti saat ini. Dalam pikiranku, aku menyimpan
nama-nama dan cerita mereka, setidaknya sebagai referensi agar aku lebih paham
cerminan diriku sendiri untuk Hasa.
Lain Laila, lain pula dengan Riska.
Ada banyak jajaran nama yang Hasa punya di dalam kubikal memorinya. Setiap nama
itu memiliki ruangan cerita masing-masing di kepala Hasa, yang menjadi pembeda
adalah besar atau kecilnya ruangan yang mereka punya.
Aku memperhatikan binar matanya yang tersisa dari serpihan serpihan
kenangan yang ia kumpulkan. Dia menceritakan potongan kehidupannya yang amat
berkesan. Gadis itu beruntung, sebab dia punya kubikal ekslusif di noktah ingatan
Hasa.
Sekalipun, aku tak pernah berfikir
bahwa aku akan berada dalam lingkaran kehidupan ini. Hasa benar-benar
menyeretku ke wilayah dunia yang benar-benar baru untukku.
Aku tiba di alun alun kota sekitar
pukul sembilan malam. Melalui segala macam kemacetan dan keriuhan di bus yang
sudah mengurangi banyak mood cerahku di pagi Hari.
0 komentar:
Posting Komentar