Regret

 
I remember that day.

It was my birthday and the day turned to grey. Somehow, the air felt humid with the falling rain felt as cold as ice. I remember that day. I was just standing near a row of funerals. Some people saw me with their gloomy eyes, hugged me tight and told me not to regret about the unfair life that owned me. They told me over and over again about not to regret for I was the only survivor  in the time when everything was red : conflagration.

Benang Layang-Layang

pict from:https://obsessioncompulsion.files.wordpress.com

Keningnya berkeringat lebat, dia dengan tergesa-gesa menarik benang yang tersambung dengan layangan yang sedang terombang-ambing, layangannya terlilit benang layangan lainnya. "Ah! Terlalu cepat!" gumamnya panik, dia kembali mengulur benang ditangannya membuat layangannya sedikit menjauh dan terlepas dengan layangan lawannya. "Ah! tu-tunggu!" Laki-laki muda itu setengah berlari menyeimbangkan posisi benang layangannya. Layangan biru gelap yang menjadi lawannya sepertinya berniat meninggalkan medan perang, mungkin pemilik layangan biru itu kesal, karena perang adu layangannya tak urung selesai. Pasalnya matahari sudah mulai menghilang.  "Dapat!" sekali lagi, benang layangannya melilit layangan biru gelap, kembali mengangkat bendera perang. Dia mengulur benangnya, memancing sang lawan agar menyerang terlebih dahulu, dan gagal. Layangan biru gelap itu dengan lincah meliuk-liuk melepaskan diri, menghindari perang. Si Laki-laki muda sedikit frustasi, tantangannya tidak ditanggapi, akhirnya dia menarik tajam benang layang-layang yang disebut-sebutnya sebagai gelasan itu. Sekali lagi, layangan biru lawannya terperangkap. 

Hari menjelang gelap, dan angin senja mulai menjadi angin malam yang dingin. Tapi laki-laki muda itu masih berkeringat lebat, terlalu asyik dengan permainannya. "berhentilah..berhentilah.." bisikku sia-sia. Dia malah semakin asyik menarik-ulur benang layangannya. Sesekali benang layangannya dia ulur ragu-ragu, memancing reaksi lawannya. Sesekali dia tarik benangnya perlahan, menjebak lawannya.Tiap strategi adu layangan dia terapkan dengan cermat dan detail. Tapi sepertinya lawannya tidak se-ahli laki-laki muda itu. Permainannya terlalu spontan, acak dan lebih tidak terbaca. Benang layangan birunya mengulur-menarik-mengulur-melilit-menarik-mengulur lagi semaunya.

Setelah matahari benar-benar terbenam, layangan biru itu seperti sudah kehabisan akal, dengan sekali tarikan, benang layangannya menegang kencang dan "pats!!" benang layangan laki-laki muda itu mendadak putus. Tapi tak lama, Layangan biru itu pun  tak nampak. Dulu kakakku sering menyebutnya teknik putus ganda. Memutuskan benang layangan lawan, tapi imbasnya, setelah itu benang layangan akan putus dengan sendirinya, karena sudah terlalu tipis akibat gaya gesek yang kuat dan tekanan angin yang kencang.

"Waktu habis" kataku menghela nafas, kulihat matahari sudah benar-benar hilang dihisap proses rotasi.

"Arrrrggghh" si laki-laki muda merutuk kesal dengan akhir perang yang nihil tanpa pemenang. 

"benang layang-layang ini terlalu tipis" Aku menggulung benang layang-layangku dan kembali menghela nafas panjang.
Layangan biru-ku terbang dan tersamar oleh gelapnya warna malam.

Aku dan Indonesia


Angka tujuh belas dan kau enam puluh delapan tahun.
Banyak maya membicarakanmu, berucap selamat untukmu, bercerita tentang sejarah.
Tapi, aku diam dalam penyakin menahun.
Aku yakin, kudengar kau merajuk lalu menuntutku sambil memegang kerah.

Sebentuk Kisah Saja

https://gurusekarang.blogspot.co.id/2016/10/kumpulan-20-inspirasi-desain-hand.html


Baca.
Aku pernah membaca.
Tapi aku seorang perasa.
Juga pelupa.

Mardun



Orang itu tertawa garing menatap tumpukan-tumpukan kertas yang berserakan, "Sampah" rutuknya pelan. Rambutnya berantakan, kamarnya pun berantakan. Baginya, malam ini adalah halloween special untuk menakuti dirinya sendiri. Menakuti dirinya tentang janji masa depan, menakuti dirinya tentang kehidupan, menakuti dirinya tentang kematian? Yah, sepertinya begitu.

Dia terdiam sejenak, mendengar sayup-sayup seseorang memanggilnya "Mardun! Mardun!". Sungguh, sekalipun demi kecoa yang sedang terbang kesana kemari, dia tidak ingin menghiraukan panggilan itu. Malam halloween ini hanya special miliknya, tidak ada pengganggu (titik). Jikalau suara itu naik hingga delapan oktaf dengan 200 desibel, barulah ia akan membuka pintu kamarnya. Dan mungkin, itu akan terjadi lima menit lagi. 

Sementara menunggu lima menit, orang itu menulis sebuah catatan kecil lalu menyimpannya di sebuah amplop yang akan dia kirimkan untuk dirinya di saat dua puluh tahun mendatang. Dan saat itu, dia mungkin akan membalas catatan kecil itu, atau bahkan melupakannya. Teserah dia.

Padahal,
catatan itu ternyata hanya berisi satu pertanyaan :

"apa itu masa depan?"

Amunisi


Terlalu naif.
Mengira dunia akan berbaik hati.
Terlalu naif`.
Mengira bidadari akan memerhatikan.

Batu Kedinginan


Di perdengarkan guruh, di terpa hujan. Batu Kedinginan
Basah-basah merapat pada pasir yang menghangatnkan
Meski datar-datar saja, permukaannya berkilat cerah
Memantulkan air yang ramai bergemericik gelisah