Mirror-Mirror II : Cerita Malam ini

“Mirrorr...Mirror..the.. miracle.. of our”  gumam pelan seorang gadis, suaranya benar-benar melenguh lemah di  antara kekosongan sebuah kamar kecil.
Di hadapannya, dalam sebuah cermin mulai muncul sesosok bayangan dirinya. Sekali lagi kukatakan,  Bayangan gadis yang sama persis, namun berbeda.
Malam ini, koneksi percakapan virtual kembali terjadi. Dan sekali lagi ku tegaskan, tanpa koneksi internet, tanpa kabel.


“Mikaa~? Ahaha, ada apa?kantung matamu berkantung! haha” seperti biasanya gadis dalam cermin menyapa dengan ceria. Sedangkan yang disapa sudah menebarkan aura pekat begitu saja, dia tidak duduk seperti biasanya. Dia hanya menatap cermin dengan topangan dagunya di meja,  membuat punggungnya sempurna membungkuk ke arah meja dan tangannya terkulai begitu saja.

“Kau baik-baik saja?” tanya si gadis cermin. Yang ditanya hanya menatap kosong dan mengernyitkan dahinya. Pertanyaan bodoh. Siapapun yang melihat pasti tahu bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.

“Kau kurang tidur ya? Apa kau tidak mengikuti nasehatku? Apa kau tidak menjaga dirimu lagi? Jangan-jangan pola makanmu ti—“

“bolehkah aku mengeluh?” Sederet pertanyaan bernada kekhawatiran terpotong begitu saja  oleh pertanyaan berhawa dingin. Si gadis cermin tersenyum—tentu saja, kau boleh mengeluh padaku.

Lihatlah, sosok  gadis yang kalem kali ini lebih nampak di wajah si gadis cermin, berbeda sekali dengan cerita kemarin sore. Malam ini, Mika justru terlihat seperti kucing yang mengeong sedih karena dibuang majikannya.

“Jadi? Apa yang terjadi Mi—“

“Aku hanya sedang malas main-main. Pusing. Beberapa hari kebelakang aku ditekan, dikecewakan, di berendeli ini-itu, di kecewakan lagi, lalu finishing-nya aku di buat menunggu hal yang tak jelas berjam-jam. Jadi apa masih ada alasan untukku terlihat ber-mood baik, hari ini? Ah! Oke tak usah dijawab, aku sudah tahu jawabannya. Aku cuma perlu tidur sejenak.”  Sahut Mika (lagi-lagi) memotong pertanyaan si gadis cermin yang khawatir. Dia hanya meracau sendiri.

Si gadis cermin hanya terkikik geli melihat tingkahnya. Bukankah Mika masih terlihat manis?Pikirnya.  Walaupun sedang sedih dan kelelahan, ekspresinya masih saja terlihat berusaha (memaksakan) setenang mungkin. Tanpa banyak mendengarkan cerita Mika, si gadis cermin sudah tahu.

Melalui mata Mika, si gadis cermin sangat tahu, apa yang Mika maksud dengan ditekan,cerita apa yang ada dibalik kata dikecewakan dan dikecewakan lagi, apa saja yang membuat Mika diberendeli ini-itu, hal tak jelas apa yang ia tunggu.  Si gadis cermin bisa melihatnya melalui mata kosong Mika, seperti siluet film yang diputar berulang-ulang.

Kali ini Mika berganti posisi, dagunya tak lagi menopang wajahnya. Kali ini ia merebahkan kepalanya diatas tangannya yang dilipat diatas meja. Wajahnya mulai terlihat sayu. Dia mengantuk.

“Hari ini aku lelah sekali, padahal ini belum seberapa” desahnya pelan dengan mata tertutup.

“Hari.. ini.. aku.. lelah.. sekali...” desahnya lagi semakin pelan, bahkan lebih pelan dari bisikan angin.

Si gadis cermin hanya menatapnya lurus penuh kekhawatiran.

Tuhan, bagaimana bisa aku menjaganya? Bahkan di saat seperti ini aku bahkan tak bisa mengelus kepalanya agar ia tenang. Pikir si gadis cermin masih menatap Mika.

Jauh di kedalaman benak sebuah bayangan cermin, si gadis cermin ternyata memiliki imajinasi tersendiri. Berharap ia bisa duduk disamping gadis yang kelelahan, megusap lembut kepalanya, membiarkannya bermanja di bahunya, atau bahkan sekedar memindahkannya agar tertidur di kasur yang empuk dan menyelimutinya —Yah, semacam adegan adegan roman picisan lah.

“terima kasih” tiba-tiba dalam tidurnya Mika tersenyum dan menyamankan posisi tidurnya di atas meja.

Si gadis cermin tersentak kaget dan membalas senyumnya.

Sepertinya  Tuhan mentransfer imajinasinya ke dalam mimpinya.

Maka malam ini, si gadis cermin tak dapat menjadi bayangan yang menghilang. Demi gadis yang kelelahan, malam ini dia akan terus berimajinasi  agar gadis itu bermimpi indah.

Rapalan mantra seperti biasanya, kini ditunda dulu hingga esok pagi.