Gadis Pelanggan : Drama Queen

http://courtneygodbey.tumblr.com/post/11319718621/a-drawing-of-a-dark-haired-girl-drinking-coffee
Sore ini terlalu romantis untukku. Suasana café ini begitu sempurna: dessertyang imut dan manis, musik mellow yang memanjakan telinga, juga pemandangan pria yang tersenyum lembut di depanku. Bahkan turunnya hujan pun ikut serta menjadi pemanis suasana ini. Sempurna.

Hanya saja kesempurnaan romantisme ini memudar dengan masuknya seorang gadis ke dalam café ini.
“klining” bunyi lonceng pintu di café ini, mau tak mau, sadar tak sadar, selalu membuat para pelanggannya tertoleh sejenak. Sekedar untuk melihat siapa yang datang.
Ternyata, kali ini yang datang adalah seorang gadis tinggi semampai. Rambutnya hitam legam dan lurus, kontras dengan kulit putihnya yang begitu ciamik. Wajah sendunya begitu cantik, namun tatapannya tetap terlihat awas dan tajam.
“Cantik ya” Gumam Ari, pria yang duduk tepat di depanku. Aku merengut cemberut menatapnya.
Gadis itu memesan sesuatu, sedikit menghela nafas, lalu melayangkan pandangannya ke sekitar café. Kurasa dia sedang mencari bangku. Bagiku, agak sedikit tabu melihat seorang pelanggan datang ke café ini sendiri. Satu-satunya tipe pelanggan yang datang ke café ini sendirian hanyalah orang-orang yang akan ‘bermesraan’ dengan Laptopnya. Tapi aku tak melihat dia membawa Laptop. Dia benar- benar sendiri. Hanya gadis itu dan tas abu-abunya.
Kumohon jangan duduk di dekitar sini.. jangan
Aku bergumam dalam hati, sesaat melihat dia berjalan ke arahku. Lalu, takdir seolah ingin menggodaku dan menghancurkan makan siang romantisku. Dia justru duduk di bangku di depanku, tepat di belakang Ari.
Ari menoleh sejenak kearahnya.
“apa dia sedang menunggu seseorang yah?” gumamnya. Aku hanya mengangkat bahu.Pura-pura tak peduli. Tapi pikiranku, sebenarnya mulai berasumsi banyak hal. Rasa penasaranku mulai menyeruak keluar.
Aku terus melihatnya, sementara dia terus memerhatikan jam tangannya sambil memandang hujan diluar jendela café ini. Sesekali, dia menghela nafas, lalu menopang dagu sendu.
Mungkin memang sedang menunggu seseorang
Hampir lima belas menit, sambil makan aku berbincang dengan Ari tentang banyak hal, tapi mataku masih menguntitnya. Kulihat posisinya masih sama, dia tak mengeluarkan handphone atau apapun dari dalam tasnya. Dia hanya bergerak dan sedikit tersenyum sedih ketika seorang pelayan datang menyerahkan secangkir kopi pesanannya sambil mengatakan sesuatu, dia hanya mengangguk, menghela nafas lalu tersenyum canggung. Setelah itu, dia kembali pada posisinya, dia bahkan tak menyentuh kopinya. Hanya sekali, dia menatap kosong kearah kursi pelanggan lain yang sedang tertawa. Lalu dia kembali pada kediamannya. Sangat misterius. Tapi dia tiba-tiba sedikit tersentak, membuatku ­(yang tak sadar sedang memerhatikannya) ikut tersentak, lalu dia membuka tasnya dan membuka sebuah buku di dalamnya dan mulai membaca.
“Kenapa? Kau memerhatikannya terus” Ari tiba-tiba menyelah pembicaraan.
“Kupikir, harusnya aku yang terpesona, kan?” godanya lagi. Aku menatap Ari dengan tatapan ‘coba-saja-kalau-berani-terpesona-olehnya’. Tapi sedetik kemudian, aku tidak bisa menahan mulutku untuk bercerita soal gadis itu. Kurasa akulah yang memang sedang terpesona.
“Hei, menurutmu aneh gak sih? Ada orang yang ke café sendirian, dan hanya diam saja? Bahkan memainkan ponsel pun enggak! Aku merasa agak sedih melihatnya..Dia sepertinya sedang patah hati. Sejak tadi dia sering menatap hujan dengan kosong, pasti sedang mengingat kenangan kan? Lihat, tadi dia membuka bukunya, tapi tidak membacanya, dia hanya melihat-lihat lalu menutup bukunya sambil menghela nafas. Kupikir itu buku dari pacarnya..eh mantannya. Cuma prediksi sih… Hm… aku merasa dia baru saja memutuskan hubungannya dengan pacarnya karena hal yang begitu penting yang mengharuskannya seperti itu, mungkin karena dia akan pergi jauh.. atau karena dia sakit parah… atau bisa jadi karena orang tuanya menjodohkannya. Dan bisa jadi, ini tempat kenangannya dengan orang yang dicintainya itu. Jadi dia datang kesini, untuk menghabiskan kenangannya, dan menyelesaikan perasaannya, agar dirinya lebih kuat… Semacam itulah, kamu ngerti kan? Entah kenapa aku melihatnya merasa kagum sekaligus sedih.. tapi juga merasa dia begitu anggun dan kuat..”
Jelasku panjang lebar, sedangkan Ari hanya terkikik geli. Aku kembali cemberut tak peduli.
Tak lama, aku melihatnya bergerak lagi sebab seorang pelayan datang membawa makanan. Lagi-lagi dia tersenyum canggung. Kurasa, dia sedang memaksakan diri untuk tersenyum. Tersenyum memang sulit ketika hati sedang menangis bukan?
Sesaat setelah pelayan itu pergi, dia memakan makanannya dengan tenang, namun terlihat tak biasa. Dimataku, tangannya terlihat sedikit gemetar seolah sedang menahan rasa sakit. Dia menghabiskan makanannya dengan tenang dan cepat, kemudian mengambil buku yang sempat dia abaikan, lalu menarik nafas perlahan seolah menghirup energi di sekitar café ini. Dia berdiri bersiap pergi. Perlahan, ia berjalan ke meja kasir, memesan sesuatu untuk dibawa pulang, lalu pergi menyusul segerombolan pelanggan lain yang keluar pintu.
“klining”
…………..
“klining”
Kali ini, kulihat dia keluar pintu dengan senyuman yang elegan, dia mulai berjalan dan bayangannya pun hilang menembus gerimis yang dramatis.
Aku memang tak mengenalnya, tapi dia seperti tokoh wanita dalam novel yang berusaha tegar ketika harus berpisah dengan orang yang dicintainya. Bisa jadi, dan memang kemungkinannya begitu, dia berpisah atas keputusannya, sebab aku melihatnya seperti gadis yang kuat. Hanya saja, aku yakin dalam hatinya, dia tetap tak bisa menutupi kesedihannya. Dia seperti sebuah gambar sketsa dalam frame abu-abu. Terlihat tajam namun sedih.
Di sore yang (sedikit) romatis ini, aku menemukan seorang gadis yang menarik perhatianku.

0 komentar: