Tulisan dan Pelarian

Delapan tahun lalu

“Tulisanmu bagus, kau cocok jadi penulis” kesekian puluh kalinya aku mendengar kalimat serupa. Tentu saja, lama-lama otakku tercuci juga. Aku tersenyum. Mungkin memang sebaiknya menjadi penulis saja.

Sekarang
“Juni 2018”
“Januari 2018, Januari 2018”
“Desember 2017, Desember 2017, Desember 2017, Desember 2017, Desember 2017, Desember 2017”
“November 2017”
“Oktober 2017”
“Juni 2017”
Aku sedang menghitung kapan terakhir kali menulis selama setahun terakhir. Bukan hal yang mudah untuk diterima, bahwa ternyata aku tidak sungguh sungguh menulis untuk dibaca.
Desember 2017
Pikiranku penat, kehidupanku tercekat sedang waktuku banyak menjadi luang karena tidak fokus melakukan apapun. Aku berada di titik nadir : Zona mental yang berbahaya. Desperation.
Tanpa sadar, aku mulai kembali menulis diari. Awalnya memaki diri, kemudian memaki semua hal disekitar (bahkan hingga memaki bunga yang terpajang di atas meja), lalu mulai merambat menulis cerita drama hidup yang tiada tara. Ah! aku berada di puncak fase amarah.
Beberapa hari kemudian, aku berpindah ke fase lain : Putus asa. Sensifitas perasaanku mulai menajam berkali-kali lipat. Sedikit saja membaca kalimat-kalimat kesedihan, bergerailah air mata. Lalu berdalih soal betapa dunia ini sangat tidak adil dan penuh luka. Diariku mulai penuh lagi. Kali ini dengan frasa-frasa suram yang mendung dan sarkastik.
Tapi, betapapun sedang dirundung nadir, kesombonganku masih bersisa. Aku masih punya kesadaran memilah kalimat-kalimat yang menurutku keren, sedikit memolesnya, edit sana, edit sini. Lalu upload. Tujuannya sederhana: aku hanya ingin merasa lega. Dan dunia harus tahu itu, haha.
Sekarang
“heeei, kau sedang apa?” seseorang di tempat kerjaku mulai curiga melihatku yang berjam-jam hanya diam terpaku di hadapan komputer.
“sedang mencari jati diri?” kataku bercanda tanpa menoleh kearahnya. Mataku fokus terpatri pada deretan tulisan di komputer.
Orang itu terdiam. Tak tahu bagaimana harus meresponku, dia mulai melipir pergi. Ah! dia sepertinya tak tahu aku sedang bercanda.
Sejujurnya aku hanya sedang menganalisa, soal apa tujuanku menulis yang sebenarnya. Dan hipotesa sementara-ku menyimpulkan : ini sebuah pelarian.

1 komentar:

kirei mengatakan...

Bagaimana dengan sekarang? Masihkah menulis sebuah pelarian?