Mozaik Enam

//Hadiah pertama//

Saat ini Lea sedang mengendarai motornya menyusuri jajaran pertokoan di pusat kota. Dia menandai tempat - tempat yang akan dikunjunginya sebelum akhirnya dia memarkirkan 'zura' motor kesayangannya.

"Ada yang bisa saya bantu?" Sahut pelayan toko yang ramah namun selalu membuntuti.

Ini sudah toko ketiga, dari lima toko yang Lea tandai. 

"Emm.. aku..ng.. kurasa aku akan memilih sendiri mbak" Lea tak kalah ramah, tapi dia tetap tak suka diikuti.

Sebenarnya Lea tak pandai memilih hadiah. Dia tak tahu caranya membuat kesan dalam sebuah hadiah karena baginya hadiah itu harus bermanfaat. Itu saja, tak perlu berkesan. Makanya setiap acara ulang tahun adiknya, Lea selalu bertanya 'ingin hadiah apa?' Lalu dia memberikan sesuai apa yang diminta. Langsung dan sederhana.

'Apa aja, kalau kamu yang kasih aku suka.
Ucap hasa sewaktu Lea tanya soal hadiah challenge nya. Aku mual mendengarnya.

"Apa aja? Pasti suka? Cih kalau kuberi batu kerikil di jalan memangnya dia akan suka? Nggak kan? hah..Bodoh" 
Gerutu Lea, mulai kesal. Aku setuju dengan Lea.

Lea sudah menyisir bagian tas, sepatu, baju, permainan bahkan hiasan kamar, tinggal bagian perabotan dapur dan aksesoris.

Perabotan dapur? Oh!

"Heh Lea, Hasa bukannya suka minum kopi?"

"Entahlah, hm.. mungkin. Kenapa?"

"Belikan saja mug, kan bermanfaat, dia juga bisa pakai tiap hari"

"Oke" 
Lea berbegas ke bagian perabotan dapur, banyak mug lucu dan unik untuk perempuan terpajang, tapi tidak untuk laki laki.

"Untuk perempuan deh kayanya. Lagian terlalu besar untuk kopi" 
Lea mulai menganalisis daya guna bagang.

"Ga apa apa, kan.. dia badannya besar tuh! Kali aja dia minum dua kopi sekaligus. Hahahahaha"
Puas sekali aku bisa meledeknya. Tapi Lea menganggap itu hal yang serius.

"Benar juga, oke deh aku ambil yang besar"

Dia memilih mug paling besar dengan tulisan "ford" yang artinya mengarungi.
Aku yakin, Lea tak asal pilih tulisan. Dia tipikal orang yang sangat memerhatikan bahasa. Apa Lea sedang menantangnya?

Aku menatap Lea dari tas selempang, mencoba menyelami jalan pikirannya.

"Ok thanks, kuro. Sekarang kita beli sabuk."

"Hah? Buat apa?"

"Dia minta hadiah juga buat ulang tahunnya"

Uratku berkedut kesal. Satu, karena Lea tidak mendahulukan membeli sabuk (padahal akan lebih mudah). Dua, karena Hasa terlalu banyak meminta dari Lea.

"Aku harus beli sabuk yang gimana?"
Tanya Lea saat dijajarkan berbagai model sabuk. Aku mencakar cakar tas Lea gemas. Ini akan menghabiskan waktu lama!

***

Aku tak mau tahu bagaimana reaksi Hasa saat menerima paket hadiah dari Lea. Tapi, sebagai gantinya dia pun mengirimi Lea hadiah : buku soal kepribadian dan sebuah pajangan perunggu berbentuk hati.

"Dia sedang menyindirku ya?" 
Gumam Lea saat membaca judul buku itu. Tapi pada akhirnya dia tetap membaca buku itu hingga tamat.

Hasa : [Hati itu cuma buat kamu loh, aku punya udah lama tapi ga mau kasih ke yang lain]

Membaca pesannya, aku muntah tulang ikan. Aku penasaran dengan wajah Lea, tapi kulihat ekspresinya biasa saja. Dia tersenyum tipis sekali. Lalu membawa pajangan itu ke lemari kaca. 

Dari lemari itu, Lea mengambil sapu tangan sakura dan gantungan kunci yang terpajang sudah lama. Dia menggantikannya dengan si hati perunggu.

"Aku harus menggantikannya" gumam Lea. Aku mengangguk saja. Aku tahu, Lea sedang memposisikan Hasa saat itu juga. Meski agak berat baginya, saat Lea sudah memutuskan berarti dia akan menjaga keputusannya:

Melepaskan untuk menerima hal baru.

0 komentar: