Kepingan 73


 //Cerita Hasa 3 : Lainnya//

Mereka juga punya tempat di bilik ingatan Hasa, bahkan satu – dua dari mereka berkontribusi langsung dalam menjadikan seorang Hasa yang seperti saat ini. Dalam pikiranku, aku menyimpan nama-nama dan cerita mereka, setidaknya sebagai referensi agar aku lebih paham cerminan diriku sendiri untuk Hasa.

(1)    Chacha
Aley… dia pacar pertamaku,yah.. mungkin juga cinta pertama. Dulu aku menyukainya.. tapi aku mendekatinya dengan cara yang agak berbeda.. hahaha. Aku sering menjahilinya dan membuat masalah dengannya. Kita sudah seperti tokoh Tom and Jerry yang terus bertengkar! Kita bahkan pernah dipanggil oleh guru Konseling bersama.
Drama sinetron sekali, aku memutar bola mataku. Hasa benar-benar pandai menyusun scenario untuk angan-angan drama di pikiran perempuan.
Dan guru itu bilang ‘kalau kalian bertengkar terus, nanti justru kalian akan saling suka!’ Hehehe, waktu itu aku senang sih dibilang begitu.  Dan memang akhirnya kita berpacaran. Awalnya pacaran diam diam, backstreet. Lucu sekali Ley.. kita satu kelas dan untuk mengobrol atau janjian, kita saling telponan lewat ponsel di dalam kelas.. tapi kawan kawan tak ada yang sadar. Mereka pikir kita sedang telpon dengan orang yang berbeda-beda. Dia suka seorang yang terlihat seperti ‘bad boy’ makanya jika aku bertingkah seperti jagoan dia terlihat bangga, dia bahkan suka melihatku merokok. Darisanalah aku mulai berani merokok. Karna aku sendiri suka dan bangga dengan wajah kagumnya saat dia melihatku merokok.
Aku cemberut, entah karena Hasa yang senang melihat kekaguman chacha, atau karena tindakan chacha yang berdampak padaku. Aku kebalikan dari chacha. Dulu aku seorang sinistis untuk para perokok sebab hidung dan perutku tidak toleran dengan asap rokok. Baru-baru ini saja aku mulai toleran, dan mungkin Hasa ikut andil didalamnya.
 Dan yah.. hubunganku hanya beberapa bulan, tapi terasa lama. Pada akhirnya rasa penasaranku membuatku ingin tahu lebih banyak tentang karakter perempuan lainnya.
(2)    Dinda
Kalau dinda… hahahaa. Entahlah kita berpacaran atau tidak, tapi aku hanya bertemu dengannya satu kali Aley selama seharian penuh. Tapi saat itu kita dekat sekali seperti orang pacaran. Dia bahkan sangat agresif Ley… yah.. mungkin karena dia  sudah pernah  menikah.. jadi lebih berpengalaman menghadapi lawan jenisnya.
Aku tersedak. “Sudah pernah menikah??” Melihat responku Hasa hanya menunjukan cengirannya. Aku semakin merengut mendengarnya.
Hehehe. Janda kembang. Awalnya aku juga memang sempat terpikir, ada beberapa kategori perempuan yang membuatku penasaran jika terliat hubungan dengannya. Salah satunya yang pernah menikah. Makanya ketika dia mengajakku bertemu, aku setuju-setuju saja.
“Ya ampun Hasa, memangnya kau sedang melakukan penelitian!?” Aku benar-benar gemas dengan pola pikirnya.
 Hahaha, yaa… Cuma penasaran saja Ley, tapi setelah bertemu, aku juga merasa itu tidak baik, di satu sisi, meskipun aku euphoria dengan rasa penasaran, tapi aku juga tak suka perempuan yang agresif.. entahlah.. rasanya tak cocok saja. Jadi kita benar benar cuma bertemu seharian itu saja.
Rasa takut dalam diriku kembali menyeruak. Hasa benar-benar bisa menyesuaikan dirinya dengan perempuan manapun juga. Tanpaku, dia masih bisa leluasa bersama siapa saja. Sedangkan aku sebaliknya.
(3)    Kania
Kalau kania, dia mantan terakhirku sebelum aku dekat denganmu. Dia juga yang jadi alasanku dulu tidak langsung mendekatimu. Aku sudah lebih dulu berpacaran dengannya. Aku dekat dengannya karena satu lingkungan di summer camp . Dan ternyata, dia menaruh perasaan padaku, padahal teman asramaku yang justru menyukainya. Selama asrama, dia selalu belajar denganku dan apa – apa selalu minta tolong padaku. Pokoknya dimatanya aku benar-benar terlihat keren hahaha. Dan karena dia, aku juga bisa liburan ke berbagai tempat di sekitar tempat summer camp! Tanpa harus memikirkan biaya dan tetek bengek segala macam persiapannya! Dia benar-benar menyiapkannya untukku.
“Seperti Riska?”  Kadang, ada rasa bersalah muncul dalam diriku. Mungkin, aku satu-satunya orang yang tak bisa memanjakan Hasa seperti perempuan lainnya. Tidak seperti Laila yang begitu perhatian pada perasaan Hasa, Riska ataupun Kania yang memperhatikan segala hal dalam hidup Hasa. Sebaliknya, aku justru satu-satunya yang membuat Hasa kerepotan lebih ekstra.
Emhh..  yahh, tapi Kania tidak se oebsesi Riska. Maklum lah, dia masih bocah SMA bayangannya soal cinta masih melambung jauh,padahal aku saat itu sudah lulus kuliah. Awalnya, kedekatanku dan Kania sepertinya membuat dia berharap. Saat kita berlibur ke pegunungan, Kania bilang padaku ‘Kak apa hubungan kita mau seperti ini saja? Meskipun setelah summer camp kita terpisah jauh, setidaknya aku ingin hubungan kita lebih dekat’ Ya.. melihat gelagatnya seperti itu aku Cuma bilang dengan spontan ‘yasudah ayo pacaran’ dan akhirnya kita berhubungan.
“Se-simpel itu?”
Hahaha. Memangnya kamu Ley, terlalu ribet memikirkan ini itu. Tapi yah.. sesuai dugaan, setelah summer camp selesai, hubungan kita pun selesai. Aku tak bisa hubungan jarak jauh Ley. Tempat tinggalnya jauh di sebrang pulau. Haha. Lagipula, cuma denganmu saja aku bisa tahan hubungan jarak jauh! Tapi Kania sempat tak ingin putus.Dia bahkan nekad mau datang ke kota tempat tinggalku! GIla bukan? Dia pikir  sebrang pulau itu cuma sejauh rumahnya dan supermall apa? Untungnya orang tuanya menjemputnya untuk pulang.
(4)    Lainnya
“Apa masih ada yang lain?”  tanyaku pada Hasa, aku tak ingin ketinggalan secuilpun cerita Hasa. Hasa mulai mengorek ingatannya.
Yaah… ada dewi… dia sempat berpacaran denganku saat SMA.. dan kita tak pernah resmi putus. Makanya ketika bertemu dengannya setelah beberapa bulan kita sempat pacaran lagi dengan dalih ‘toh kita tak pernah putus’ hahaha, tapi akhirnya dia menghilang lagi..
Ada juga Tania… aku sempat berpacaran dengannya, lalu setelah putus, aku mengusulkan temanku untuk berpacaran dengannya.. Hahaha, dia merasa seperti selebritis saat itu, bingung memilih antara aku, temanku, da nada satu lagi pria yang mendekatinya. Padahal aku tak terlalu punya perasaan padanya.
Ada juga Meli, temannya Laila, aku dekat dengannya sebentar setelah selesai dengan Laila kalau tak salah.
Ada Resa.. dia primadona basket yang kukagumi semasa kuliah. Otak nya cerdas!! Berbicara dengannya berimbang. Tapi saat itu aku sudah berpacaran dengan Riska. Dan aku hanya dekat dengan Resa.  Ah padahal dia awesome.
Ah iya.. ada yuni… Dia gadis yang kudekati sebelum pergi ke summer camp. Dia temanku waktu SD. Saat kulihat social medianya, dia jadi cantik sekali! Dan karena dia tipikal wanita baik-baik yang polos dan beragama.. aku saat itu sempat ingin untuk berhubungan serius dengannya. Dia ingin aku meminangnya. Dan aku sudah berencana untuk itu. Sayangnya saat itu, dia tahu aku mulai berpacaran dengan Kania, aku benar-benar kaget sebab dia ternyata stalking social media ku. Aku malu untuk mendekatinya lagi.
Sewaktu aku Praktek Mahasiswa, ada juga Bella, dia benar-benar menyebalkan dan selalu memarahiku di hadapan semua kawan-kawanku. Anehnya, saat dia berdua denganku, justru sikapnya jadi amat sangat baik dan perhatian! Yang membuatku kaget adalah saat kita main truth or dare dan dia kalah. Temanku mengajukan pertanyaan ‘apa ada orang yang Bella suka di tempat ini?’ Aku benar-benar kaget saat dia menyebut namaku Aley! Hahahaha. Aku benar benar salah tingkah dan malu saat itu. Akhirnya aku menyuruh agar gamenya di selesaikan dan membubarkan mereka.
Aku menghela nafas panjang dan berulang. Banyak sisi Hasa yang ditunjukan pada mereka, tapi tidak padaku. “padahal kau tak pernah salah tingkah di depanku… selalu otoriter dan tukang perintah” aku bergumal sediri seperti seorang yang sedang membaca jampi-jampi.
Hah? Apa Aley?
“Nggak”
APA!? Bicaramu tidak jelas
“Aku ngga bilang apa apa”
Bohong
“Sudah lah”
Dasar, menyebalkan. Aku paling tak suka kalau Aley sudah bergumam begitu. Awas loh!
Hasa malah berbalik merengut kepadaku. Aku menghela nafas lagi.
***
Aku menatap sosok dalam cermin. Dia juga melemparkan kembali pandangan yang sama kearahku, padangan yang penuh dengan tanda tanya “Siapa kau?” “Kenapa Hasa memilihmu?” “Apa yang menarik darimu?” “Parasmu? Hidungmu? Sifat diam-mu? Kebodohan-mu?”  “Karena kau bukan Laila? Karena kau tak sepemarah Riska? Karena kau tak seagresif Dinda? Karena kau tak sepolos Kania? Karena kau tak sebaik Yuni?”  Aku menghela nafas panjang, lalu berbalik meninggalkan cermin itu. Bagaimanapun juga, aku tak bisa menjadi mereka, dan tak bisa juga menggantikan apa yang tidak ada pada mereka. Aku, hanyalah aku, seorang Aleya.

0 komentar: