//Waktu Bersama//
Kedekatan kita mulai terambang begitu saja.
Aku melihat Hasa
sudah stand by tersenyum di depan pagar asramaku. Ini weekend, kita
memang berencana menghabiskan waktu bersama. Tapi, tak pernah ada rencana
detail soal apa yang akan kita lakukan untuk menghabiskan waktu.
“Jadi mau
kemana?” tanyaku padanya.
“kita istirahat
saja dulu di tempat saudaraku, oke?”
Benar
juga. Dia baru saja datang dari kota sebrang,tempat tinggalnya.
Dia membawaku ke
sebuah kompleks perumahan yang cukup padat dan tertata. Sesaat seletah sampai
di tempat yang ia sebutkan, seorang pemuda tersenyum canggung padaku.
“Kita ikut
istirahat ya, Ian.. Kenalkan, calonku.. cantikkan?” Ucap Hasa dengan
cengengesan khas nya. Aku tersipu mendengar kalimatnya, sedangkan Kuro mulai
mencibir.
“Oh iya” pemuda
itu menyalamiku kaku.
Di ruang tengah,
Hasa langsung merebahkan dirinya di sofa. Beberapa menit kemudian nyawanya
sudah lepas landas kedunia mimpi.
“Seriously?
Dia tidur? Ini yang namanya menghabiskan waktu bersama? Dia asyik sendiri di
dunia mimpi dan kau menontonnya?”
“Ssssh! Diamlah.
Kau kan tahu dia habis perjalanan jauh, Kuro”
***
Tiga puluh
menit, dan Kuro mulai mengibas-ibas ekornya tak sabar. Sedangkan aku asyik
membaca webtoon.
Satu jam,
webtoon yang kubaca sudah khatam, aku mulai bermain game. Kuro sudah sejak
tadi berisik meracau dan mengeong tak jelas soal gantleman’s attitude
tanpa berhenti.
Satu jam lima
belas menit, aku mulai bosan dan lapar.
“Emm.. maaf
sabian, disekitar sini ada tempat jajanan?”
Sebenarnya sejak
tadi Sabian, saudara Hasa, berada tidak jauh dari ruang tengah, hanya saja kami
berdua sama – sama terlalu asing dan kaku untuk saling memulai pembicaraan.
“Oh.. ada kak..
tapi agak jauh”
“Tak apa, kearah
mana?”
“Dari gerbang
ambil ke arah kanan kak, maaf ya jadi dibiarkan sejak tadi”
Dia tersenyum
canggung lagi. Ekspresinya minimnya menunjukan sedikit raut merasa bersalah.
“Ngga masalah,
kau mau titip makanan?”
“Ga usah kak,
terima kasih”
Tepat setelah
aku melangkah keluar gerbang, Kuro langsung meloncat kegirangan.
“Ayo pulang!”
“Kau gila?
Tidak”
“Kau merasa
tak enak pada Hasa?”
“Kau merasa
harus balas dendam pada Hasa?”
Kuro terdiam
menganga, dia mungkin kaget sebab aku mulai bisa membalikan kalimatnya.
“Kau tahu kuro,
jika aku pulang, itu cuma tindakan kekanak-kanakan. Harusnya kau paling tahu
soal itu”
“Berarti
sebenarnya kau memang ingin pulang kan? Kau cuma bersikap dewasa?”
Aku menghela
nafas. Aku tahu, kuro sedang sengaja membuatku kesal.
“Aku cuma merasa
canggung dan bosan, bodoh. Aku masih ingin menghabiskan waktu dengannya. Aku memang
kesal karena dia malah membiarkanku menghabiskan waktu bermain game sendirian. Tidak
ada salahnya juga sih, toh benar aku
sedang bersamanya! Tapi.. aku lapar! Aku cuma lapar kuro! Dan itu semua bukan
berarti aku ingin pulang.”
Aku meracau
lebih parah dari kuro. Aku sendiri bahkan tak tahu apa yang sedang aku katakan.
“Kau..
menyebutku bodoh?” mata kuro membelalak menatapku.
“Ayo makan!!”
bentakku menyeret Kuro. Aku tak ingin berdebat lebih panjang lagi, sebab pada akhirnya
aku tahu, aku tak akan pernah menang berdebat dengan sipapun juga.
Drrrt. Drrt.
Drrt. Drrtt. Drrrtt. Drrtt.
Ponselku
berbunyi beruntun sekaligus. Aku sudah menduga dari siapa.
Hasa : [Kau kemana Aleya???]
Hasa : [Heiiiii]
Hasa : [Dimana sekarang???]
Hasa : [Aleeey! Jawab!]
Hasa : [Dimanaa?]
Hasa : [Dimanaaaaaaa?]
Hasa : [Dimanaaaaaaa?]
Aleya : [Sedang makan, lapar, kau mau kubelikan es
pisang?]
Hasa : [Ya ampuun Aleey, kukira kemaana! Disini
tak ada siapa siapa!]
Hasa : [Mauuu]
Sepertinya
Sabian juga pergi keluar. Aku tertawa membayangkan wajah bingungnya saat bangun
dan tak mendapati siapapun di rumah itu.
Di halaman rumah
itu wajahnya terlihat berantakan dan kesal. Kupikir dia sedang mengambil
ancang-ancang untuk memarahiku.
“Dasaar Aleya!
Harusnya kau bilang mau kemana!”
“Kau kan sedang
tidur.”
“Padahal
bangunkan sajaa!”
“Aku sudah coba
lempar bantal kursi kok, tapi kau terlalu nyenyak tuh”
“Oh iya? Tapi
dilempar bantal mana bisa kerasa”
Aku menyodorkan
es pisang, lalu wajah kesalnya mereda seperempatnya.
***
“Kau tahu,
temanku itu benar-benar gila...!”
Baru saja lima
belas menit sejak aku menyodorkan es pisang, dia sudah mulai bercerita macam
macam topik yang bersinggungan dengan kehidupannya. Dari kunjunganku ke
rumahnya, komentar-komentar keluarganya, lalu kisah mantan-mantannya, hingga kegilaan sahabat-sahabatnya sewaktu
masa kuliah.
Es pisangku
sudah lama habis sembari menyimaknya bercerita. Sebelumnya, dia memang sering
banyak bercerita lewat ponsel. Tapi aku sangat suka saat melihatnya secara live.
Suaranya tegas, mimiknya pas dan ekspresinya terlihat begitu menyenangkan.
Kurasa dia memang berbakat sebagai story-teller.
“Lihat kuro? Jadi
kurasa...em.. inilah maksudnya ‘menghabiskan waktu bersama’. Apapun yang
dilakukan, kalau bersama tetap bikin bahagia, hehe” Bisikku pada kuro di sela
sela ceritanya.
“Kalimatmu
terdengar menggelikan. Padahal tadi kau merasa bosan” Kuro memutar bola
matanya sebal. Tapi bagaimanapun menyebalkannya kuro, dia tak pernah mau mengganggu
kebahagiaanku. Dia tersenyum tipis sambil tertidur didalam tas selempangku.
0 komentar:
Posting Komentar