Rasa
panas itu menjalar dari mata ke wajah hingga ke dada. Pemandangan yang baru
saja kutemukan menggelembungkan buih buih kekesalan yang akhirnya tumpah ruah menjadi
air mata tanpa suara. Saat itu aku yang sedang berada di ruang tamu keluargaku, aku langsung beralih posisi : mengunci diri di kamar. Aku menarik nafas. Seharusnya aku tak se emosional ini.
Hasa
: [Sedang apa Aleeeey <3]
Aleya
: [Cuma membaca]
Hasa
: [tidak kumpul dengan keluarga?? Kan jarang pulaang, kangen kangenan kek di rumah]
Aleya
: [haha, tidak]
Hasa
: [kenapa? Singkat sekali]
Aleya
: [kan memang biasanya begini -_-]
Hasa
: [Dingin. Bosan, padaku?]
Aleya
: [ya ampun, tentu saja tidak]
Aku
menenggelamkan kepalaku diatara bantal, menggeram sepuasanya. Aku sendiri tak
paham situasi ini, hanya saja hari ini Hasa terasa amat menyebalkan. Pertanyaan
pertanyaan mulai bermunculan dikepalaku dan pikiranku bertaburan tidak karuan.
Hasa
: [Hei Aley, bicara dong! Ada apa?]
Hasa
: [kau ingat kan waktu aku bilang jangan diam? ]
Aku
menggeram sekali lagi. Aku lebih kesal lagi pada diriku sendiri, seharusnya aku
tak perlu merasa sekompleks ini.
Hasa
: [Karna story whatsapp ku?]
Aleya
: [Ya, mungkin]
Karena
memang itu yang memicu emosiku, aku melihat postingannya berfoto bersama teman
lamanya. Wanita cantik yang pernah dia sebutkan sebagai salah satu wanita
berkarakter kuat. Mereka berfoto berdua dengan berbagai filter kekinian yang lucu. Cocok dan kompak.
Aku
ingat, kuro pernah bilang itu cemburu, tapi rasanya tidak semenyebalkan ini.
Mungkin aku lebih merasa terintimidasi atau tersaingi.
Aku
menarik diariku.
Pasangan yang lucu dan seru. Siapapun
pasti menganggapnya begitu.
Cocok satu sama lain.
Dia juga bangga menunjukannya.
Jika aku tidak ada di hidupnya.
Kurasa terlalu mudah untuknya mendapatkan pengganti. Bahkan sekarapun..
Tapi aku?
Aku mulai tersedu.
Tidak, dia hanya sedang menunjukan
kegiatan reuninya saja. Itu hanya foto saja.
Ponselku
kembali bergetar
Hasa
: [maaf Lea. Sudah kuhapus, cek lagi story
ku hehe]
Aku
mengeceknya lagi, story nya kini berganti sebuah klarifikasi. Disana terpampang foto
candidku saat bekerja---yang entah didapat darimana. Di foto itu, aku sedang
terduduk lusuh dihadapan komputer dengan latar belakang orang yang
berseliweran. Foto itu bertuliskan keterangan : “Bukan yang tadi, tapi yang
ini.”
Aku
menggeram lagi. Bagiku dia terasa sedang membandingkan, bukan mengklarifikasi.
Tak peduli untuk siapa dia mengklarifikasi. Tapi seharusnya dia menghapusnya
saja.
Aku
menarik nafas. Mencoba mencari sisa – sisa akal sehatku.
Aleya
: [sudahlah cuma foto. Tak apa apa]
Hasa
: [hehe iya Aleey]
Hasa
: [tapi boleh ga kalau semisal posting foto berdua gituu?]
Aku
berusaha mempertahankan ketenanganku yang masih tersisa setipis kertas. Aku
mengambil kembali penaku.
Aku tak tahu kau bertanya, karena
ingin menguji emosiku, karena tak tahu, atau karena pura –pura tak tahu. Atau
mungkin kau memang tak mau tahu detil emosi wanita.
Aleya
: [terserah saja, : ) bukan masalah. toh kau tak ada perasaan apa apa kan?]
Hasa
: [enggaaak laah, Aley yang terbaik]
Pikiranku
berusaha berjalan dijalur semestinya. Aku lanjut menuliskan diariku.
Apa seseorang semata mata hanya
memposting sesuatu karena ingin saja? Bukankah ada tujuan? Atau juga kesan.
Ada jeda yang tidak aku pahami. Meski
percaya, tetap saja ada kecewa. Ada perasaan takut yang amat besar. Sebab dia
masih mampu pergi sementara aku sudah terpatri.
Kalau dia pergi, bagaimana dengan Ibu
Hasa? Bagaimana perasaanya?
Apa tidak bisa aku mendengar
ceritanya lagi? Apa boleh aku minta diadopsi saja? Tapi apa Ibu juga masih mau
menemuiku?
Tapi bagaimana kalau memang gadis itu
lebih baik daripada aku? Lebih bisa membahagiakan? Bahkan foto pun sudah
terlihat serasi..
Yang terbaik saat ini apa akan jadi
yang terbaik menurutnya nanti? Dia sendiri bahkan tak tahu.
Bagaimana kalau dia memilih pergi..?
Pena
yang kupakai, terlepas dari genggamanku. Aku tak ingin menuliskan apapun lagi
yang ada didalam pikiranku. Aku hanya bisa tersedu.
***
“Lea, bangun!”
Aku mendengar pintu kamarku di ketuk untuk
kesekian kalinya. Aku menarik selimutku, membalut seluruh tubuhku didalam kain
berbulu yang hangat itu.
“Lea!
Waktunya subuh!”
Teriak
suara di balik pintu sekali lagi, kesadaranku mulai mengidentifikasi suara itu sebagai gema
yang sama yang selalu membangunkanku di pagi hari, di rumah : Suara Ibuku. Aku
bergegas bagun dan mendapati perutku terasa panas terlilit rasa mulas yang
tajam, pertanda dismenore. Kulihat
kamarku berantakan, diari, pena, tissue hingga bantal dan gulingpun tergeletak
sembarangan.
“Sepertinya aku ‘kedatangan tamu bu’” sahutku membuka
pintu dan bergegas menuju kamar mandi. Dengan laporan itu, Ibuku paham, berarti
aku tidak ikut sholat subuh pagi ini.
Saat
kembali ke kamar, aku bercermin dan melihat bayangan sekitaran mataku yang
membulat dan menebal, sembab. Aku membaca ulang diariku semalam. Sisa kekecewaan
dan rasa takut yang sama masih menjalari seluruh tubuh hingga ubun-ubunku. Tapi pikiran sehatku sudah kembali seutuhnya.
Aku
mulai membaca halaman diariku sebelum-sebelumnya
Selamat Malam, April 2018
Selamat malam wanita kesayangan,
Selamat malam wanita tangguh, Selamat malam wanita pelupa, dan selamat malam
lainnya yang sering dia kirimkan. Bukan selamat pagi, tapi selamat malam,
menjadi lullaby pengantar tidur tersendiri buatku. >_< Aku ingin
membalasnya tapi tak sekreatif itu.. haha, Tapi aku euphoria karena merasa
istimewa.
Gantungan ponsel, April 2018
Dia bilang itu bonus karena dia pesan
produk kecantikan. Aku tak peduli, aku terlalu suka. Dibandingkan aksesoris
gelang atau cincin atau apalah yang sering dibicarakan perempuan lainnya. Aku
suka gantungan ponsel. Sebab aku merasa seperti sawako kuronuma. Haha. <3
Novel, April 2018
Tadi siang aku dan Tana berniat
membeli novel J K Rowling terbaru, kami bingung harus beli novel versi asli
berbahasa inggris atau berbahasa indonesia. Pada akhirnya kita beli novel nasional karya
Dee yang jelas berbahasa Indonesia.
Aku jadi ingat, dulu saat masa
pendekatan, Hasa pernah menelponku, karena (sepertinya) kehabisan topik, dia
membacakanku sebuah novel berbahasa inggris dan memintaku menerjemahkannya
langsung. Hahaha, maaaniiis sih menurutku. Meski akhirnya semalaman hanya selesai
satu halaman, sebab banyak bercanda dan berkomentar.
Ada ada saja. Apa dia selalu punya
ide sebanyak itu untuk mendekati ‘gadis incaran’ nya?
Masa lalu, Mei 2018
Ini hanya pikiran random sebab aku
terlalu bahagia hari ini.
Jika aku bisa kembali ke masa lalu,
aku ini menemui Hasa di waktu kecil, mengusap kepalanya dan bilang bahwa dia
anak yang hebat, lalu bersorak paling keras saat dia ikut lomba pidato bahasa inggris ketika
sidang orang tuanya. Lalu aku juga ingin menemuinya saat masa SMA, melihat
seberapa berandal dia, menjitak kepalanya sambil bilang “itu tanda terima kasih
ku”
Hahaha apa itu akan mengubah alur kehidupan?
Kepala dan Hidung, Mei 2018
Aku lupa tadi kita membicarakan apa,
yang aku ingat Hasa cuma tertawa lalu mengelus kepalaku dan mencubit hidungku
gemas. Untuk beberapa detik aku membeku. Entah dia sadar atau tidak. Dulu aku tidak suka jika ada yang bilang “gemas
sekali pengen cubit hidung Aleya” iyuh. Menyebalkan.
Tapi karena itu Hasa, aku justru sangat tidak
keberatan.
Aku
menemukan masih banyak lagi lembaran yang menceritakan sisi manis Hasa. Aku
menghela nafas panjang dan menyimpan diariku lalu menguncinya di tempat yang
paling rapat dan aman.
Perutku
kembali menyebar rasa sakit yang teramat. Premenstrual Syndrome, kurasa itu menjadi salah satu penyebab emosiku begitu
meluap tertamat sangat tadi malam. Hasa Mahesa Hendra, sedangkan dia menjadi pemicu utama aku bisa
merasakan berbagai emosi yang teramat mendalam layaknya wanita pada umumnya.
0 komentar:
Posting Komentar