//Bayangan Masa Depan//
Dan tiba-tiba kisahku menjadi padu tentangmu.
Suara-suara
penghuni alam mulai terdengar menenangkan di kepalaku juga Zahra. Akhir minggu
ini aku dan Zahra pergi bersama menuju taman konservasi burung. Tujuan kita
sederhana saja: Demi relaksasi. Kita sama-sama mahluk introvert yang
perlu waktu untuk mengasingkan diri dari hiruk pikuk dan bisingnya manusia
bumi.
“Em.. jadi
bagaimana pekerjaan baru mu Lea?”
Kami berdua
sama-sama bersandar di batu besar dekat sebuah telaga. Disana benar-benar hanya
ada kami berdua. Gempa beberapa hari yang lalu membuat pengunjung lebih memilih
tempat wisata yang aman. Ah iya, tapi
ada seorang penjaga pintu taman yang menunggu sembari bosan, jauh di gerbang
depan. Kami tidak peduli.
“Lancar, tapi
entahlah.. Kau sendiri bagaimana pekerjaan barunya?”
“yah... biasa
saja”
“Bagaimana patah
hatimu Lea?” tanya Zahra lagi, kakinya mulai memainkan air telaga yang dingin.
“Itu juga..
entahlah. Kau sendiri, bagaimana kekosongan hatimu?”
“hahaha
pertanyaan macam apa itu!?”
“Aku serius raa”
“Hahaha, aku tak
tahu Lea, aku benar-benar belum bisa memilih mana yang membuatku nyaman”
Kami berdua
menghela nafas bersama. Zahra punya masalah sendiri. Dibandingkan aku, zahra
lebih perasa dan penyayang. Dia menyayangi seseorang yang dimata orang tuanya,
juga dimata umum, dianggap tidak pantas untuknya. Itulah sisi kejamnya standar
kualifikasi dalam hubungan.
Aku sendiri,
merasa telah menyayangi seseorang yang... aku sendiri tak tahu, dia
menyayangiku atau hanya ingin memenangkanku.
“Tapi di kantor
ada orang pendiam yang mendekatiku, Lea. Um.. lebih tepatnya aku di
jodoh-jodohkan juga”
“Lalu kau
bagaimana ra?”
“Aku lebih
sering mengusilinya haha, ekspresinya lucu sih”
“Dasaar, kau PHP
dong,”
“Tenang saja ra,
aku tak ada perasaan apa-apa dan dia juga cuma penasaran sepertinya”
“hahaha, yah...
asal kau tahu cara komunikasinya”
“Heh! Jadi aku
terus yang cerita, kau bagaimana dengan Hasa? Dia benar-benar memutuskanmu!?
Kau belum cerita lagi sejak kau tiba-tiba bilang putus lalu menghilang begitu
saja! Aku panik tau!”
“Kita... sudah
komunikasi lagi. Tapi tanpa hubungan, perjanjian atau komitmen apapun”
“Jadi temenan?
Putus baik-baik?”
“Entahlaah, aku
juga tak tahu. Kita bahkan lebih dekat dari sebelum kita berkomitmen”
“Gila!! HTS??
Seorang Aleya yang segalanya ingin serba jelas terjebak di situasi gak
jelas!?”
“Makanya aku
bilang ‘entahlah’ juga”
“Terus,
perasaanmu bagaimana Aleya?”
“..........”
“ah, tentu saja
menyukainya, kau bahkan sampai patah hati gitu”
“entahlah”
“cih.. akui
sajalah.”
“entahlaah”
“tapi aku tak
tahu harus kasih saran apa. Kalian berdua aneh dan membingungkan. Tapi aku suka
lihat sisi Lea yang seperti ini untuk pertama kalinya.”
“sisi seperti
apa hah?”
“apa ya, galau
macam anak remaja akhir pada umumnya”
“dasar!”
Kami kembali
hening dan mulai sibuk dengan pikiran masing masing. Hanya terdengar suara alam
dan kecipak kaki di air telaga.
***
Tiga puluh menit
bediam, zahra memecah keheningan lagi.
“Hei Lea,
bagaimana bayangan kita di masa depan ya? Kalau melamun, aku sering
membayangkan diriku dan seseorang sedang hiking menikmati alam seperti
ini lalu berkemah. Kita punya jadwal hiking sendiri. Dan hampir semua
gunung kita kunjungi, lalu foto-fotonya ada di setiap sudut rumah kita. Atau,
setiap paginya dia membuatkan masakan yang manis manis dan aku memperhatikannya
sambil bantu-bantu, lalu aku buat bekal untuk dia di kantor. Lucu kali yaa”
“Hmm...kalau aku
sering membayangkan.. setiap harinya kita tetap bekerja seperti biasa, tapi
setiap malamnya aku mendengar dia berdongeng atau bercanda. Di weekendnya kita
akan nonton film bersama sambil berbincang dan mengomentari filmnya. Dan tentu
saja ada banyak camilan. Atau kita membuat masakan bersama, tapi aku lebih
banyak menonton sepertinya haha. Tapi
besoknya kita akan mati matian lari pagi atau olahraga bersama karena
sebelumnya terlalu banyak makan. Di setiap bulannya kita habiskan tabungan
untuk berlibur, wisata kuliner dan mengunjungi tempat unik. Kadang aku juga
membayangkan kalau salah satu dari kita harus lembur dirumah sampai malam,
terpaku di laptop sambil pakai kacamata... esoknya...”
“Tunggu...
tunggu dulu!!”
“Duh, raa.
Mengganggu imajinasi saja”
“Sejak kapan
berubah?”
“Apanya?”
“Imajinasimu
laah. Aku masih ingat, Kau pernah bilang kau membayangkan tinggal di sebuah
apartemen besar sendirian, mengerjakan tulisan, belajar menggambar, belajar
piano, lalu lembur di kantor dan semacamnya”
“Oh.. benar
juga”
“Lagipula,
bayanganmu sekarang terlalu detail! Jangan bilang kau juga membayangkan.....”
“Bayanganmu juga
berubah Raa. Meskipun sama-sama soal hiking tapi ada seseorang juga didalamnya”
“Aku kan memang gak
pernah membayangkan hiking sendirian. Kalau aku jatuh kejurang bagaimana?”
“Tapi... tetap
ada seseorangnya...”
“Memang.
Bukannya kau yang belum pernah membayangkan seseorang kan? ‘Suatu saat aku
ingin tinggal sendiri’, ingat?”
Zahra tertawa
sambil menirukan ucapanku dulu.
“Sekarang kan
aku tinggal sendiri, jadi bagian itu sudah tercapai”
“Hahahaha. Kamu
lucu Lea”
0 komentar:
Posting Komentar