//ADA//
Alarm ponselku
berbunyi amat nyaring dan aku bergegas menekan tombol sonooze. Lalu
kembali melipat diri di dalam selimut yang hangat. Pagi yang tenang dan sunyi
membuatku betah berada di alam mimpi. Tak ada suara
cerewet yang selalu ribut soal bangun di pagi hari. Aku terlelap lagi.
“ting”
“ting”
“ting”
“ting”
Ponselku berbunyi
lagi mulai membuatku menggerutu, tanpa melihat si pengirim pesan, fokusku beralih pada tampilan layar ponsel yang jelas menunjukan jam
analog dengan jarum pendek mengarah nyaris ke angka tujuh.
“Jam tujuh
kurang sepuluh!? Shit”
Sambil bergegas
menyipkan baju, aku mulai ricuh kesana kemari bersiap untuk pergi kerja,
jamkantorku pukul 07.00 tepat! The power of kepepet membuatku lebih
gesit dari biasanya. Jam 7 lebih lima menit aku sudah sampai di tempat kerja.
“Aleya tumben
terlambat” Darso sudah standby di depan pintu kantor, membuat mood ku luntur
seluntur-lunturnya.
“maaf,
kesiangan” gumamku langsung ke mejaku.
“pasti karena
kelelahan karena banyak kerjaan dengan saya ya? jangan sakit ya nanti saya
disalahkan hehehe”
Aku tersenyum
pahit, lalu mengecek ponselku tanpa menghiraukannya. Aku lelah
dengan tingkahnya yang tanpa jeda. Dia mulai sering mengirimi pesan,
menungaskan macam-macam kegiatan diluar pekerjan, hingga membuat rekan-rekan
pekerjaan lainnya membicarakan segala macam tetek bengek tentangnya.
Aku
bahkan masih ingat, tiga hari lalu ketika aku izin cuti pulang dan berniat mendinginkan
kepalaku. Tiba tiba aku mendapat pesan serasa pesan kematian.
Darso
kantor : [Aleya, izin cuti? Apa kau baik
baik saja?]
Darso
kantor : [Aleya sakit?]
Darso
kantor : [Aleya aku sudah ada di kota
tempat tinggalmu, aku akan menjenguk]
[Daso
kantor panggilan tak terjawab 09.11]
[Daso
kantor panggilan tak terjawab 10.32]
[Daso
kantor panggilan tak terjawab 12.12]
Darso
kantor : [Aleya aku sudah di depan rumahmu
bersama pa Nandar, mau menjenguk.]
Bukannya
ketenangan, yang kudapatkan justru mimpi buruk. Dia segila itu hingga bahkan
mencari tahu alamat kampung halamanku. Dia menemui orang tuaku dengan berdalih
untuk memastikan bahwa aku, rekan kerjanya, baik baik saja. Ketua tim mana yang mengganggu bawahannya
ketika cuma izin cuti dua hari, hah!?
Karena
itu, melihatnya saja membuatku benar-benar malas. Dia melakukan hal tak penting
yang membuatku kehilangan rasa hormatku padanya. Ironis, padahal awalnya aku
benar benar menghormatinya.
“Aleya
kenapa diam saja? melamun ya?”
Suaranya
terdengar memekik di telinga. Mengingat tingkahnya itu justru membuat mood ku semakin berantakan. Ditambah sekarang dia sudah berdiri mentereng dihadapanku.
Kau pikir kenapa? Bukankah sudah
jelas aku tak nyaman dengan tingkahmu?
Aku
hanya bisa memaki dalam hati.
“Tak
apa”
“Wah
Aleya sekarang jadi sensitif ya! Aku jadi harus hati-hati kalau bicara”
***
Aku berusaha kembali fokus pada pekerjaanku. Sambil membuka pesan Hasa yang pagi tadi belum sempat kubaca, aku berhaap, setidaknya ini akan membuat moodku lebih baik.
Hasa : [pagi
Aley]
Hasa : [sudah
berangkat kerja? Selamat beraktifitas Aley <3 ]
Hasa : [jangan
lupa ceritakan soal yang darso lakukan!]
Hasa : [Aley??
Sudah bangun kan?]
Aku tesenyum tipis melihat emoji yang dia pakai.
Aku tesenyum tipis melihat emoji yang dia pakai.
Aleya : [maaf,
tadi aku kesiangan. Skr sudah di kantor]
Aleya : [ay ay
kapten]
Aleya :
[sepertinya sekarang agak malas kerja.]
Aleya : [Kau
juga selamat beraktifitas]
Aku menghapus
emoticon [<3] karna kupikir terlalu berlebihan.
Aleya : [<3]
Tapi mungkin
tidak berlebihan juga.
Hasa : [Kau?
Panggil yang benar dong]
Hasa
: [kenapa malas Lea? Kau baik baik saja?]
Aku
mendesah panjang.
Aleya
: [sampai kapan aku harus memanggil sayang?]
Aleya : [malas
saja. Yaa tak apa]
Hasa
: [tak ada batas waktu di perjanjian challangenya Aley. Kenapa? Kau tidak suka?
Yasudah!]
Aku
memutar bola mata. Serius dia akan
mempermasalahkan ini lagi sekarang?
Aleya
: [Cuma bertanya.]
Hasa
: [Kau seperti sedang malas berkomunikasi denganku Lea. Bosan?]
$^%$$#^!!!! Aku
benar-benar tak tahu harus berkata apa. Simpul senyumku berbalik arah.
Aleya
: [Aku sedang malas melakukan apapun. Bahkan kerja, jadi tolong biarkan aku
menenangkan diri oke?]
Hasa
: [kau kenapa Aley? Kau sedang dimana sekarang?]
Aku
tak langsung membuka pesannya untuk menikmati sejuknya agin pagi seolah
memberiku bantuan nafas. Aku saat ini sedang di balkon kantor lantai tiga. Tak
banyak orang yang mau mengunjungi tempat ini karena terlalu sepi. Saat ini
benar-benar tak bisa peduli soal apapun, pikiranku berantakan, banyak kesalahan
yang kubuat di beberapa arsip yang ku kerjakan. Aku menyerah dan meminta revan
menghandle sebagian tugasku.
Hasa : [Jangan diam Aley.]
Aleya : [masih dikantor]
Hasa : [sedang bekerja?]
Aleya : [tidak. Hanya bertapa
di lantai tiga]
Hasa : [Apa yang kau lakukan? Kau
kenapa?]
Aku menjauhkan ponselku.
Sebentar saja, aku hanya perlu waktu sendiri selama beberapa menit.
***
Apapun yang terjadi, jangan diam
menutup komunikasi. Atau kita akan terbiasa saling mengabaikan.
Tiba-tiba
aku ingat kalimat Hasa beberapa waktu yang lalu. Ketika dia bercerita soal
mantannya yang dia abaikan, mulai mengabaikannya lalu benar-benar
meninggalkannya.
Aleya
: [Cuma menenangkan diri saja, sudah kok. Aku kembali bekerja sekarang]
Hasa
: [tunggu, aku kesana sekarang]
Aku
tercengang. Apa dia benar benar serius?
Aleya
: [hei.. bukannya sedang kerja? Kenapa kesini?]
Hasa
: [tunggu saja]
Butuh
waktu tiga jam untuknya untuk bisa berkunjung ke kota ini. Tapi dia benar-benar
datang.
Saat
jam istirahat siang, cengir kuda khasnya sudah menyambutku di depan gerbang
kantor. Aku mendadak luluh.
“Istirahat
kan? Ayo..”
“Kemana?”
“Kita
jalan-jalan saja”
“Kemana?
Jam istiahatku kan sebentar”
“Hm…
kita beli perabotan saja, untuk di asama barumu. Kita ke toko perabotan
terdekat oke?”
Aku
mengangguk. Wajahku terasa panas, tiba-tiba aku merasa diatas angin. Mood ku
yang tececer berantakan kembali tersusun rapi membetuk guratan bunga. Curang.
Selama
mengantarku belanja, dia melakukan macam-macam keisengan dan mengajakku
bercanda. Aku mati-matian menahan gengsi kekesalanku. Tapi tetap, aku tak bisa
tahan untuk tidak tertawa bersamanya.
“Sudah
baik baik saja? Sekarang semangat lagi kerjanya ya.. hahaha. Sore aku jemput
lagi ya”
Dia
mengantarku kembali ke depan kantor tempat bekerja tepat pada waktunya.
Aku
hanya bisa tersenyum kepadanya.
Dia akan benar benar berusaha ada
untukmu, setidaknya untuk membuatmu merasa baik-baik saja.
Kali
ini suara kuro yang terbayang di benakku.
Kau benar kuro, kurasa dia orangnya.
0 komentar:
Posting Komentar