Mozaik Tiga

//Pertahanan Kedua//


Hasa : [aku suka Aley]

Tentu saja aku sudah menduganya, semua pembicaraan ringan, semua perdebatan kecil, semua candaan, pujian bahkan curhatan, pada akhirnya akan berujung di kalimat sederhana itu. Aku sudah hafal pola pendekatan semacam itu, sebab tidak sedikit yang mendekati Lea. Hanya saja aku tetap tak tahu apa maksudnya.  

Akan bagus jika dia memang benar-benar menyukai Lea. Tapi... dengan sifanya yang "fleksibel pada perempuan", dia justru akan menjadi orang yang paling mudah mempermainkan Lea. Tentu saja Lea tidak akan menyadarinya.

Berbeda dengan Lea, aku begitu peduli bagaimana kelanjutannya. Keinginanku itu sederhana, aku ingin Lea berubah. Rencanaku pun sesederhana itu : agar Lea lebih paham dirinya sendiri.

Tapi aku ingin Lea memahami dirinya sendiri tanpa harus terluka atau semacamnya. Lea harus memikirkan setiap kemungkinan yang terjadi dalam hidupnya. Termasuk untuk saat ini. Daya antisipasi nya mulai meninggi.

"Lea, pikirkan dengan baik soal itu! Sebenarnya aku juga menyukai Hasa, sifatnya menarik, dia cukup pintar juga. Kita cuma tak tahu dia yang sebenarnya, kau harus..."

Lea tersenyum memelukku.

"Aku tahu, Kuroo... Haha, tumben sekali. Padahal dulu waktu Rangga mengajakku komitmen, kau diam saja. Sekarang, Hasa baru bilang suka kau sudah banyak bicara" 

"Tapi Lea, aku yakin dia pasti mengajak komitmen juga"

"hmm, belum tentu sih, tapi bisa jadi juga"

Lea : [haha. tidak hasa, kamu tidak menyukaiku. kamu cuma penasaran padaku]

Hasa : [sok tau, ini perasaanku. Aku serius Aley, I want us to make kind of commitment]

Lea : [aku.. tahu..]

Akhirnya Lea terduduk simpuh sambil menahan nafas, dia mendelik kearahku : meminta pendapatku. Kubilang juga apa..

"sebenarnya, aku sangat setuju.."

Lea tersenyum lebih cerah dari biasanya, jarang sekali aku melihatnya tersenyum begitu. Kurasa, aku hanya perlu memikirkan kelanjutannya harus bagaimana.

"Kenapa kali ini kau setuju? padahal sebelumnya kau tak memberikan pendapatmu" 

Lea menyelidik. Aku tahu maksud Lea denga kata 'sebelumnya' itu adalah soal Rangga. Aku tak mengatakan apapun waktu itu, karena aku tahu mereka tak akan bertahan lama. Hanya saja, aku masih berharap Lea bisa berubah karenanya. Sayangnya Lea tidak semudah itu bisa berubah.

Sekarangpun aku masih berharap begitu. Lea bisa berubah. Aku hanya sedang berusaha membuat Lea menjadi lebih baik.

Lea : [aku tangguhkan dulu. Aku masih belum paham bedanya komitmen dengan ikatan lainnya.]

Lea sengaja mengulur waktu.

Hasa : [ckckck. Komitmen berarti lebih serius, Aley]

Lea tahu itu, tapi Lea tidak menemukan ada keseriusan dalam interaksi mereka. Lea terlalu sering mendengarkan kata 'komitmen' yang hanya omong kosong dalam hidupnya. Dia bisa merasakan, benar-benar tak ada keseriusan yang bisa Lea takar dari hubungan mereka berdua. Entah pada diri Lea sendiri, atau pada Hasa. Karena Lea merasa begitu, aku sedikit menjadi ragu.
***

"Benar, Kuro kita harus memutuskan"

Jawab Lea ketika aku menanyakan soal Hasa. Dia memang tahu, tidak baik menunda jawaban dari sebuah pertanyaan. Dia sendiri tak mau membiarkan keadaan menggantung tak terselesaikan begitu saja. Tapi, sudah nyaris seminggu Lea mengalihkan pembicaraan Hasa, sebab Lea masih menimbang banyak hal. Khas Lea. 

Yasa : [aku tak tahu Leya..Tapi karena kau sering menceritakannya, kurasa dia menarik juga. Tak ad salahnya]

Lina : [cieee. aku sih asalkan baik, ga masalah. cuma nampaknya dia agak genit dan ngga husband-able haha]

Tana : [waaah serius Ley? cieee tapi aku sih agak kurang sreg. PS. aku udah liat fb sma ig nya]

Lila : [itu keputusanmu. no comment]

Fati : [dari ceritamu dia kayanya lucu, aku suka. tapi tetap terserah kamu sih]

zahro : [mungkin cocok, tapi entahlah..]

Lea selalu mencari referensi, entah dari orang terdekatnya atau mencari tahu dari yang lainnya. Tapi aku yakin, kali ini pengaruhku padanya lebih besar dari siapapun juga.

"menurutmu sendiri bagaimana, Lea?"sekali lagi, aku ingin meyakinkan Lea.

"Entahlah, kurasa dia tidak sebaik itu. Mungkin saja dia juga tak serius."

"memangnya kau baik dan serius?"

"haha. aku serius kuro. aku serius mau menikah denganmu saja"

"Kau gila!"

"Tapi kurasa, berkomitmen dengannya tak ada salahnya"

Aku terkejut. Lea benar benar mendengarkanku! Ah, ini kan memang sudah biasa.

"Tapi resikonya terlalu banyak, makanya kau jangan kemana mana Kuro" sahut Lea lagi. Dia bisa memikirkan apa yang persis aku pikirkan. Tapi dia tidak perlu khawatir.

"tenang, percayalah padaku. Kau akan baik baik saja" aku menjilati lengan Lea, dan dia protes sambil tertawa.

"oke Kuro. kamu cuma mau aku berubah kan? selama dia tak menunjukan keseriusannya, aku belum bisa percaya padanya, begitu kan?" Aku terkejut lagi. Lea ternyata memang tahu rencanaku. 

Dengan begitu, jawaban Lea sudah jelas. Meskipun belum percaya pada Hasa, dia akan tetap mengikat dirinya menjaga komitmen. Itulah sisi aneh Lea, Naif dan bodoh.

"Ini karena aku percaya padamu Kuro, bukan padanya" Kata Lea seolah membaca pikiranku.

Aku memeluknya. Tapi sejujurnya aku rasa masih ada yang salah dengan Lea.

***

Lea : [hei, pertanyaanmu sebelumnya. mau dijawab nggak?]

Hasa : [ehehehe. tentu saja]

Lea : [jawabanku : oke]

Hasa : [haha yees. aku tau kamu akan bilang begitu]

Hasa benar-benar percaya diri bahwa Lea akan menerimanya. Atau memang sebenarnya dia sudah merencanakannya?

Lea tersenyum. Aku sangat tahu maksud senyumannya itu.

0 komentar: