Mozaik Satu

//Rencana//

(Sudut Pandang Kuro, Kuro's POV)
Aku tak pernah ingat bagaimana, kapan dan dimana aku dilahirkan ke dunia ini. Tapi aku selalu tahu, mengapa aku bisa ada. Gadis itu adalah alasannya. Hanya dia satu satunya yang bisa membuatku mengetahui dengan jelas rupa kehidupan ini. Dan aku hanya satu satunya yang bisa mengenalinya.
Namanya Aleya, dan aku lebih suka memanggilnya Lea. Dan saat ini wajahnya tengah tertekuk kelelahan, tapi dia tetap menyiapkan whiskas untuk makanan malamku.

"Aku bereskan kamar dulu ya" gumamnya gontai melangkah ke kamarnya.

Baru saja aku mengisi perutku. Dia tiba tiba memanggil.

"Kurooo, sinii!"

"swebentawr. akwu habwiskan makanakwu dulwu" kataku sambil menikmati kunyahan whiskas dimulut. Tapi sedetik kemudian, Lea sudah ada dihadapanku.

"Hasa mau menelpon" katanya sambil menunjukan chat di ponselnya. Lea tahu, aku bisa membaca tulisan manusia.

"yasudah, bilang saja boleh hehehe" kataku menyeringai, dan Lea hanya mengernyit bingung.

"tapi apa penting?"

Sisi menyebalkan Lea muncul. Aku paling tidak suka sifat dia yang tak pernah paham situasi.

"ya ampun Leaa! kau pasti tau kan maksudnya mau menelpon apa kan!?" ucapku gemas.

"memangnya apa? dia kan sudah tak ada urusan lagi denganku?"

Mendengar komentarnya aku mengibaskan ekorku geram. Inilah sisi bodoh Lea.

"Pokonya angkat saja telponnya! kelihatannya penting kok!" protesku tak beralasan. Aku mengabaikan Lea dan melanjutkan menyantap makan malam.

Selama beberapa menit Lea menatap ponselnya. Aku yakin dia sedang berfikir keras. Lalu dia membalas pesan Hasa.

Sejujurnya, aku penasaran dengan pemuda bernama Hasa ini. Sejak pertama melihatnya di program summer camp, aku merasa dia cukup istimewa karena cara berfikirnya yang amat berbeda dengan Lea. Saking berbedanya, Lea sendiri  bahkan tak bisa menebak dan menduga gerak geriknya. Aku sendiri pun tidak bisa menebaknya. Awalnya kupikir dia tertarik pada Lea. Kupikir itu hal yang bagus, sebab darinya Lea bisa belajar banyak.

Tapi kemudian, dia bertingkah seperti cowok genit pada umumnya, yang hanya tertarik pada Lea karena dia anak cantik yang baik. Klasik!

Tapi aku tak peduli, bagiku ini kesempatan. Aku (hanya) berharap dia bisa menghancurkan cangkangnya Lea. Sebab dibandingkan pacar Lea sebelumnya, dia terlihat lebih berani menghadapi Lea. Well, tentu saja, Lea dulu pacaran dan putus karena aku yang memintanya juga. Lea tak akan bisa menolak permintaannku. Dia tahu semua yang kulakukan adalah untukunya, sebab aku akan mati matian melindunginya.

Hanya saja aku merasa ada sesuatu yang salah pada Lea.

***

Pukul sebelas malam lebih, dan Lea baru saja menutup pembicaraannya dengan Hasa. 

"lama sekali, membicarakan apa saja kalian?" aku mencoba menyelidik.

"Kuro, sejak tadi kau tepat disampingku. Kau pasti tahu apa saja yang dibicarakan"

"pembicaraan random?" aku menyimpulkan dan Lea mengangguk menyetujui

"baguslah"

"kok bagus sih!? poin pentingnya dimana coba?"

"bagaimana perasaanmu saat mengobrol?"

"jangan balik tanya Kuro!"

"jawab saja dulu.."

"hm.. seru"

"nah kan bagus, setidaknya itu lebih baik untuk mood mu"

Gadis itu menunjukkan wajah cemberutnya. Tapi aku tahu, dia setuju dengan pendapatku. Seharusnya dia lebih sering mendengarkan perasaannya itu. Mungkin Hasa memang akan menjadi "pemicu sosial" yang bagus buat Lea.

0 komentar: