Serpihan Tiga

//Terbiasa//

Sudah genap delapan hari, Aleya dan Kuro berusaha menyesuaikan diri untuk tinggal di kota asing ini. Mereka melakukannya dengan baik. Bahkan, Aleya mulai terbiasa dengan segala hal baru disana : orang orang baru, kebiasaan baru, jenis makanan baru, bahkan suhu dan udara yang juga baru dan berbeda.

Aleya memang pandai menyesuaikan diri. Tapi ia tak begitu pandai menyesuaikan suasana hati. Ia hanya terampil meng-kamuflase-kan mimik wajahnya. Dengan begitu, dia berfikir bahwa orang-orang tidak perlu tahu segala hal urusan perasaannya.

"Mba Aleya!! melamun ya? duh manis deh."
Mada, pemuda berkulit pucat dan bermata sayu membuat Aleya sedikit tersentak.

"eh? aku cuma sedang bosan, kenapa?"
Aleya pura pura tak mendengar rayuan dalam pujian kata 'manis' yang dilontarkannya.

"aku mau liat catatannya bentar boleh mba? catatanku ada yang terlewat"

"oh. oke"

Kuro menyembulkan kepalanya dari tas selempang Aleya. Dia melayangkan mata tajamnya ke sekitar kelas. Dia menangkap sesuatu yang berbeda. Kelas yang terlalu luas, dan hening menurutnya.

"Hasa tidak masuk ya?" tanya Kuro tiba tiba. Aleya tidak menanggapi.

"pantas saja kau merasa bosan" Gumamnya lagi tepat sasaran. 

Sejak pertama kegiatan summer camp dimulai, Hasa tak pernah membiarkan Aleya berdiam barang sejenak. Dia selalu mengoceh, mengajak ngobrol, bahkan melalukan hal kecil yang tidak perlu seperti mengomentari baju atau meminta tissue.


"tak ada hubungannya Kuro! Diamlah. Aku mau mengerjakan project dulu" Aleya memutar bola matanya lalu kembali fokus.

"tentu saja ada, gara gara dia kau jadi terbiasa 'merasa terganggu'. Padahal dulu, kalau ada yang mengganggu belajar, kau sama sekali tak mau menanggapinya, kau bahkan akan menghindari gangguan itu! Tapi sejak kemarin kau selalu membalas celotehan Hasa, ikut-ikutan mengkritik dia, bahkan kau ikut tertawa mendengar ejekannya!"

Kuro mulai beranalisis panjang soal kebiasaan Aleya. Ini adalah kegiatan favorit nya. Terlebih lagi, ia sangat suka jika ia bisa menemukan hal baru dalam diri Aleya. 

Aleya masih tidak menanggapi.

"tuh kaan! aku saja di abaikan!"
Kuro pura pura merajuk, ia meloncat tak karuan di dalam tas Aleya.

Aleya mulai gemas. Dirapatkannya resleting tas selempang itu hingga Kuro tak lagi bisa mengganggu.

*****

"sampai ketemu besok, mba Aleya" Mada tersenyum ramah. Aleya hanya membalas senyum itu sewajarnya lalu menyusul Yura (teman sekamar asrama Aleya) sambil membawa sepeda.

"Hei lihat itu!" teriak Kuro dari keranjang sepeda. Dia menunjuk kearah Hasa yang sedang terduduk di kantin sambil meminum kopi dan tertawa dengan beberapa pemuda lainnya.

"cih. dia bolos kelas toh" protes Aleya pelan, tapi tanpa sadar sudut bibirnya sedikit tertarik simetris kearah samping.

"Kau senang bisa melihatnya?" Kuro selalu bisa menerka semua simpul senyum Aleya, tapi lagi lagi dia tak ditanggapi. Aleya hanya semakin mengayuh kencang sepedanya, mengikuti Yura.

0 komentar: