Serpihan Enam

//Sepakat//


Hanya butuh satu hari, hingga Aleya dan Kuro melakukan gencatan senjata. Mereka pada dasarnya sudah saling memahami satu sama lain. Mereka paham, bahwa memperdebatkan Hasa, adalah hal yang konyol. Aleya tidak salah, bisa jadi lima hari dari sekarang, setelah program ini selesai, Hasa memang benar-benar tak ada sangkut pautnya lagi dengan Aleya. Sedangkan Kuro dan Aleya tak bisa terpisahkan.


"maaf ya" sahut mereka berbarengan. Saat itu, mereka sedang terduduk santai di teras asrama sambil menikmati senja. Ini benar-benar waktu istirahat yang mendukung sebuah proses perdamaian.

"aku membuatmu khawatir ya?" Aleya menatap Kuro dengan lembut lalu mengelus kepalanya. Kuro menggerung manja.

"Tentu saja! manusia gila mana yang mau menikah dan hidup dengan seekor kucing!" Kuro mulai protes.

"haha. aku tak segila itu. Tapi bukan berarti kau juga harus memaksaku akrab dengan Hasa"

"ya, aku tau itu keterlaluan. Aku cuma berfikir kalau kamu perlu memahami dan mencuri sebagian dari sifatnya."

"nah. it's too risky"

"sometimes, you need to take a risk"

Aleya mendelik ke arah Kuro. Tatapan tajamnya seolah berkata :  'hei. kau masih membelanya'

Kuro tertawa canggung ketika menerima pandangan menusuk dari Aleya. Tapi dia masih bersikeras bahwa Aleya harus berubah. Dan Hasa adalah orang yang tepat untuk merubahnya.

"hei Lea...bagaimana kalau kita buat kesepakatan?" 
Kuro kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Aleya. Sebersit kemudia  Aleya menunjukan ekspresi yang tidak terdefinisi : antara kaget, heran, kagum setuju tapi juga kesal. Aleya kemudian mendengus pelan.

"Baiklah.. hanya sampai kita kembali ya"

Kuro mengangguk mantap. Dia tahu, Aleya tak pernah bisa menolah sarannya.

***

Esoknya, seperti biasa Aleya dan kuro berangkat dengan bersepeda. Hanya saja kali ini tanpa keberadaan Yura. Dia sedang sibuk packing untuk wisata liburan weekend ini. Rencananya, para peserta asrama akan mendaki dan mengunjungi beberapa tempat wisata bersama. Banyak yang antusias. Tapi sebagian peserta lainnya hanya memilih berjalan - jalan di sekitar asrama, Aleya termasuk didalamnya. 

Ketika berjalan-jalan, Aleya mendapati Restu dan Hasa sedang akrab berbincang di pelataran lingkungan summer camp. Mereka sedang terduduk di bawah pohon besar disana, beberapa peserta camp yang tidak sedang sibuk packing pun ada disana. Mereka kemudian menyapa Aleya, mengajaknya duduk di dekat mereka.

"Aleya gak ikut wisata nih?" tanya Restu agak kecewa, Aleya hanya tersenyum, menggelengkan kepala.

"Leya ga ikut karena aku juga gak ikut, kita kan mau belajar bareng. iya kan Leya?" Hasa mengangkat alisnya menatap Aleya, dia mulai tersenyum usil.

"loh? kamu juga gak ikut? kenapa? gak kuat diperjalanannya ya hahaha, kaya orang tua saja." canda Restu dan Hasa tertawa, mereka kembali asyik berbincang tanpa terganggu dengan respon diamnya Aleya. Di tengah mereka, Aleya seperti es batu, ia terdiam bisu sambil berpura pura memainkan ponselnya.

"tapi, ngomong ngomong soal tua, kayanya muka Aleya deh yang tua haha" celetuk Hasa membawa Aleya dalam candaanya. Wajah Aleya memerah (lagi). Dia mulai kesal lagi.

"Ih ga sopan! cewek itu paling anti dibilang 'tua' atau 'gendut' tau! Liat muka Aleya merah gitu saking kesalnya. " tegur Restu, ia memukul lengan Hasa.

"hahaha, iya menyebalkan ya" Aleya tertawa garing seadanya. Dia tak tahu bagaimana harus merespon di saat seperti ini.

"eh, Aley, kamu bawa catatan portfolio projek kemarin ya?  Aku lihat  dong!" Hasa mendapati tas selempang Aleya tersimpan di keranjang sepeda Aleya. Memang, Aleya tak pernah udzur membawa tas selempangnya. Pertama, karena Kuro lebih nyaman diam di dalamnya. Kedua, karena Aleya suka sekali menulis, jadi catatan adalah hal krusial yang tak bisa ia tinggalkan.

"Hus Restu sana, kamu di panggil Rani tuh, aku mau fokus belajar sama Aley nih"  

"dih ngemodus lagi, hati hati Aleya!" ujar Restu melengos pergi.

Aleya, tanpa ba bi bu, langsung menyerahkan catatan pada Hasa yang sudah standby dengan cengiran kuda.

"Ih kok isinya coret coret?" Hasa membuka catatan Aleya dari sampul belakang (arah kanan).

"itu buku catatan loh. Bukan buku bahasa arab yang dibaca dari kanan!"
Aleya mulai tak segan mengomentari Hasa. Padahal biasanya dia diam saja.

"hehe, sensi amat. Sekalian pinjem penanya juga dong.."
Aleya mendengus, tapi tetap memberikan penanya pada Hasa.

"EH...!" Hasa bergumam saat mulai menulis, ia lalu berbalik pada Aleya.

"kenapa lagi..?" Aleya tersenyum manis namun sarkastik.

"penanya habis! kamu ga punya pena ya? sebentar..."
Hasa membuka tasnya, mengubek isinya dan mengeluarkan sebuah pena.

"Nih buat kamu aja"

Aleya benar benar tak bisa menerka isi pikirannya.

"lah terus!? kenapa tadi pinjam!?" Aleya berusaha menahan nada suaranya agar tidak naik oktaf.

"pengen aja... hehe. itu pena pakai aja.. buatmu.. kenang kenangan..." kali ini Hasa bicara dengan banyak jeda. Lalu dia pergi sebentar, dia mencari orang lain untuk meminjaminya pena. Untung ada Adi disana, dia akhirnya harus mengikhlaskan penanya pada Hasa.


Padahal, Aleya selalu punya pena cadangan ditasnya. Tapi kali ini Aleya tak berniat mengembalikan pena Hasa. Dia menyimpannya.

"Oh iya..?" Hasa berbalik, kembali melihat Aleya. Aleya nyaris saja menjitak kepalanya, kalau saja ia tak ingat kesepakatannya dengan Kuro.

"ada yang lain lagi, hm?" Aleya tersenyum sinis lagi.

"em.. beneran, nanti belajar bareng yuk!"

Aleya menatapnya heran, dia sudah tau ajakan itu bualan.

"hm. oke"

Di dalam tas Aleya, Kuro tersenyum puas. Dia tahu Aleya tak pernah ingkar jika sudah membuat kesepakatan. Makanya, dia merasa cerdik sekali ketika Aleya mau menerima tantangannya.

0 komentar: