Kepingan 94


//Waktu Bersama//

Kedekatan kita mulai terambang begitu saja.


Aku melihat Hasa sudah stand by tersenyum di depan pagar asramaku. Ini weekend, kita memang berencana menghabiskan waktu bersama. Tapi, tak pernah ada rencana detail soal apa yang akan kita lakukan untuk menghabiskan waktu.

“Jadi mau kemana?” tanyaku padanya.

“kita istirahat saja dulu di tempat saudaraku, oke?”

Benar juga. Dia baru saja datang dari kota sebrang,tempat tinggalnya.

Dia membawaku ke sebuah kompleks perumahan yang cukup padat dan tertata. Sesaat seletah sampai di tempat yang ia sebutkan, seorang pemuda tersenyum canggung padaku.

“Kita ikut istirahat ya, Ian.. Kenalkan, calonku.. cantikkan?” Ucap Hasa dengan cengengesan khas nya. Aku tersipu mendengar kalimatnya, sedangkan Kuro mulai mencibir.

“Oh iya” pemuda itu menyalamiku kaku.

Di ruang tengah, Hasa langsung merebahkan dirinya di sofa. Beberapa menit kemudian nyawanya sudah lepas landas kedunia mimpi.

Seriously? Dia tidur? Ini yang namanya menghabiskan waktu bersama? Dia asyik sendiri di dunia mimpi dan kau menontonnya?”

“Ssssh! Diamlah. Kau kan tahu dia habis perjalanan jauh, Kuro”

***

Tiga puluh menit, dan Kuro mulai mengibas-ibas ekornya tak sabar. Sedangkan aku asyik membaca webtoon.

Satu jam, webtoon yang kubaca sudah khatam, aku mulai bermain game. Kuro sudah sejak tadi berisik meracau dan mengeong tak jelas soal gantleman’s attitude tanpa berhenti.

Satu jam lima belas menit, aku mulai bosan dan lapar.

“Emm.. maaf sabian, disekitar sini ada tempat jajanan?”

Sebenarnya sejak tadi Sabian, saudara Hasa, berada tidak jauh dari ruang tengah, hanya saja kami berdua sama – sama terlalu asing dan kaku untuk saling memulai pembicaraan.

“Oh.. ada kak.. tapi agak jauh”

“Tak apa, kearah mana?”

“Dari gerbang ambil ke arah kanan kak, maaf ya jadi dibiarkan sejak tadi”

Dia tersenyum canggung lagi. Ekspresinya minimnya menunjukan sedikit raut merasa bersalah.

“Ngga masalah, kau mau titip makanan?”

“Ga usah kak, terima kasih”

Tepat setelah aku melangkah keluar gerbang, Kuro langsung meloncat kegirangan.

Ayo pulang!

“Kau gila? Tidak”

Kau merasa tak enak pada Hasa?

“Kau merasa harus balas dendam pada Hasa?”

Kuro terdiam menganga, dia mungkin kaget sebab aku mulai bisa membalikan kalimatnya.

“Kau tahu kuro, jika aku pulang, itu cuma tindakan kekanak-kanakan. Harusnya kau paling tahu soal itu”

Berarti sebenarnya kau memang ingin pulang kan? Kau cuma bersikap dewasa?

Aku menghela nafas. Aku tahu, kuro sedang sengaja membuatku kesal.

“Aku cuma merasa canggung dan bosan, bodoh. Aku masih ingin menghabiskan waktu dengannya. Aku memang kesal karena dia malah membiarkanku menghabiskan waktu bermain game sendirian. Tidak ada salahnya juga sih, toh  benar aku sedang bersamanya! Tapi.. aku lapar! Aku cuma lapar kuro! Dan itu semua bukan berarti aku ingin pulang.”
Aku meracau lebih parah dari kuro. Aku sendiri bahkan tak tahu apa yang sedang aku katakan.

Kau.. menyebutku bodoh?” mata kuro membelalak menatapku.

“Ayo makan!!” bentakku menyeret Kuro. Aku tak ingin berdebat lebih panjang lagi, sebab pada akhirnya aku tahu, aku tak akan pernah menang berdebat dengan sipapun juga.

Drrrt. Drrt. Drrt. Drrtt. Drrrtt. Drrtt.

Ponselku berbunyi beruntun sekaligus. Aku sudah menduga dari siapa.

Hasa    : [Kau kemana Aleya???]
Hasa    : [Heiiiii]
Hasa    : [Dimana sekarang???]
Hasa    : [Aleeey! Jawab!]
Hasa    : [Dimanaa?]
Hasa    : [Dimanaaaaaaa?]
Hasa    : [Dimanaaaaaaa?]

Aleya   : [Sedang makan, lapar, kau mau kubelikan es pisang?]

Hasa    : [Ya ampuun Aleey, kukira kemaana! Disini tak ada siapa siapa!]
Hasa    : [Mauuu]

Sepertinya Sabian juga pergi keluar. Aku tertawa membayangkan wajah bingungnya saat bangun dan tak mendapati siapapun di rumah itu.

Di halaman rumah itu wajahnya terlihat berantakan dan kesal. Kupikir dia sedang mengambil ancang-ancang untuk memarahiku.

“Dasaar Aleya! Harusnya kau bilang mau kemana!”

“Kau kan sedang tidur.”

“Padahal bangunkan sajaa!”

“Aku sudah coba lempar bantal kursi kok, tapi kau terlalu nyenyak tuh”

“Oh iya? Tapi dilempar bantal mana bisa kerasa”

Aku menyodorkan es pisang, lalu wajah kesalnya mereda seperempatnya.

***

“Kau tahu, temanku itu benar-benar gila...!”

Baru saja lima belas menit sejak aku menyodorkan es pisang, dia sudah mulai bercerita macam macam topik yang bersinggungan dengan kehidupannya. Dari kunjunganku ke rumahnya, komentar-komentar keluarganya, lalu kisah mantan-mantannya,  hingga kegilaan sahabat-sahabatnya sewaktu masa kuliah.

Es pisangku sudah lama habis sembari menyimaknya bercerita. Sebelumnya, dia memang sering banyak bercerita lewat ponsel. Tapi aku sangat suka saat melihatnya secara live. Suaranya tegas, mimiknya pas dan ekspresinya terlihat begitu menyenangkan. Kurasa dia memang berbakat sebagai story-teller.

“Lihat kuro? Jadi kurasa...em.. inilah maksudnya ‘menghabiskan waktu bersama’. Apapun yang dilakukan, kalau bersama tetap bikin bahagia, hehe” Bisikku pada kuro di sela sela ceritanya.

Kalimatmu terdengar menggelikan. Padahal tadi kau merasa bosan” Kuro memutar bola matanya sebal. Tapi bagaimanapun menyebalkannya kuro, dia tak pernah mau mengganggu kebahagiaanku. Dia tersenyum tipis sambil tertidur didalam tas selempangku.




0 komentar: