Kepingan 93


//Bayangan Masa Depan//
Dan tiba-tiba kisahku menjadi padu tentangmu.
Suara-suara penghuni alam mulai terdengar menenangkan di kepalaku juga Zahra. Akhir minggu ini aku dan Zahra pergi bersama menuju taman konservasi burung. Tujuan kita sederhana saja: Demi relaksasi. Kita sama-sama mahluk introvert yang perlu waktu untuk mengasingkan diri dari hiruk pikuk dan bisingnya manusia bumi.

“Em.. jadi bagaimana pekerjaan baru mu Lea?” 
Kami berdua sama-sama bersandar di batu besar dekat sebuah telaga. Disana benar-benar hanya ada kami berdua. Gempa beberapa hari yang lalu membuat pengunjung lebih memilih tempat wisata yang aman.  Ah iya, tapi ada seorang penjaga pintu taman yang menunggu sembari bosan, jauh di gerbang depan. Kami tidak peduli.
“Lancar, tapi entahlah.. Kau sendiri bagaimana pekerjaan barunya?”
“yah... biasa saja”
“Bagaimana patah hatimu Lea?” tanya Zahra lagi, kakinya mulai memainkan air telaga yang dingin.
“Itu juga.. entahlah. Kau sendiri, bagaimana kekosongan hatimu?”
“hahaha pertanyaan macam apa itu!?”
“Aku serius raa”
“Hahaha, aku tak tahu Lea, aku benar-benar belum bisa memilih mana yang membuatku nyaman”
Kami berdua menghela nafas bersama. Zahra punya masalah sendiri. Dibandingkan aku, zahra lebih perasa dan penyayang. Dia menyayangi seseorang yang dimata orang tuanya, juga dimata umum, dianggap tidak pantas untuknya. Itulah sisi kejamnya standar kualifikasi dalam hubungan.
Aku sendiri, merasa telah menyayangi seseorang yang... aku sendiri tak tahu, dia menyayangiku atau hanya ingin memenangkanku.
“Tapi di kantor ada orang pendiam yang mendekatiku, Lea. Um.. lebih tepatnya aku di jodoh-jodohkan juga”
“Lalu kau bagaimana ra?”
“Aku lebih sering mengusilinya haha, ekspresinya lucu sih”
“Dasaar, kau PHP dong,”
“Tenang saja ra, aku tak ada perasaan apa-apa dan dia juga cuma penasaran sepertinya”
“hahaha, yah... asal kau tahu cara komunikasinya”
“Heh! Jadi aku terus yang cerita, kau bagaimana dengan Hasa? Dia benar-benar memutuskanmu!? Kau belum cerita lagi sejak kau tiba-tiba bilang putus lalu menghilang begitu saja! Aku panik tau!”
“Kita... sudah komunikasi lagi. Tapi tanpa hubungan, perjanjian atau komitmen apapun”
“Jadi temenan? Putus baik-baik?”
“Entahlaah, aku juga tak tahu. Kita bahkan lebih dekat dari sebelum kita berkomitmen”
“Gila!! HTS?? Seorang Aleya yang segalanya ingin serba jelas terjebak di situasi gak jelas!?”
“Makanya aku bilang ‘entahlah’ juga”
“Terus, perasaanmu bagaimana Aleya?”
“..........”
“ah, tentu saja menyukainya, kau bahkan sampai patah hati gitu”
“entahlah”
“cih.. akui sajalah.”
“entahlaah”
“tapi aku tak tahu harus kasih saran apa. Kalian berdua aneh dan membingungkan. Tapi aku suka lihat sisi Lea yang seperti ini untuk pertama kalinya.”
“sisi seperti apa hah?”
“apa ya, galau macam anak remaja akhir pada umumnya”
“dasar!”
Kami kembali hening dan mulai sibuk dengan pikiran masing masing. Hanya terdengar suara alam dan kecipak kaki di air telaga.
***
Tiga puluh menit bediam, zahra memecah keheningan lagi.
“Hei Lea, bagaimana bayangan kita di masa depan ya? Kalau melamun, aku sering membayangkan diriku dan seseorang sedang hiking menikmati alam seperti ini lalu berkemah. Kita punya jadwal hiking sendiri. Dan hampir semua gunung kita kunjungi, lalu foto-fotonya ada di setiap sudut rumah kita. Atau, setiap paginya dia membuatkan masakan yang manis manis dan aku memperhatikannya sambil bantu-bantu, lalu aku buat bekal untuk dia di kantor. Lucu kali yaa”
“Hmm...kalau aku sering membayangkan.. setiap harinya kita tetap bekerja seperti biasa, tapi setiap malamnya aku mendengar dia berdongeng atau bercanda. Di weekendnya kita akan nonton film bersama sambil berbincang dan mengomentari filmnya. Dan tentu saja ada banyak camilan. Atau kita membuat masakan bersama, tapi aku lebih banyak menonton sepertinya haha. Tapi  besoknya kita akan mati matian lari pagi atau olahraga bersama karena sebelumnya terlalu banyak makan. Di setiap bulannya kita habiskan tabungan untuk berlibur, wisata kuliner dan mengunjungi tempat unik. Kadang aku juga membayangkan kalau salah satu dari kita harus lembur dirumah sampai malam, terpaku di laptop sambil pakai kacamata... esoknya...”
“Tunggu... tunggu dulu!!”
“Duh, raa. Mengganggu imajinasi saja”
“Sejak kapan berubah?”
“Apanya?”
“Imajinasimu laah. Aku masih ingat, Kau pernah bilang kau membayangkan tinggal di sebuah apartemen besar sendirian, mengerjakan tulisan, belajar menggambar, belajar piano, lalu lembur di kantor dan semacamnya”
“Oh.. benar juga”
“Lagipula, bayanganmu sekarang terlalu detail! Jangan bilang kau juga membayangkan.....”
“Bayanganmu juga berubah Raa. Meskipun sama-sama soal hiking tapi ada seseorang juga didalamnya”
“Aku kan memang gak pernah membayangkan hiking sendirian. Kalau aku jatuh kejurang bagaimana?”
“Tapi... tetap ada seseorangnya...”
“Memang. Bukannya kau yang belum pernah membayangkan seseorang kan? ‘Suatu saat aku ingin tinggal sendiri’, ingat?”
Zahra tertawa sambil menirukan ucapanku dulu.
“Sekarang kan aku tinggal sendiri, jadi bagian itu sudah tercapai”
“Hahahaha. Kamu lucu Lea”

0 komentar: