Kepingan 91

//TITIK DIDIH//

Hari ini, aku melihat Darso tertawa, sedangkan aku naik pitam dibuatnya. Aku baru menyadari, beberapa hari sebelumnya, dia selalu melakukan hal yang tidak seperlunya dia lakukan. Tentu saja itu hal baik, seperti sering mengajak makan bersama tim, sering memperhatikan makanan dan kesehatan bahkan hingga memenuhi keperluan timnya. Kebaikan yang dia lakukan, aku pikir hanya berdasarkan basis kekeluargaan yang memang di terapkan di timku. Bahkan Aira selalu bilang, dia memang terlalu perhatian pada rekan kerjanya.

Belakangan, dia sering mengirimiku makanan kesukaanku, dia selalu standby di tempat kerjaku, dia memperhatikan pakaianku dan terakhir dia menyuruhku membeli sebuah tas dengan dalih ‘tugas’. Aku tidak mengikutinya.
Esoknya dia bilang memintaku membeli tas merupakan ’ujian kepribadian’ untuk pekerjaannya dan aku salah satu pegawainya yang memiliki ego tidak mengikutinya.
Kedua kalinya, aku mengikutinya dan dia tertawa.
“Nah, kan apa susahnya melakukan sesuai perintahku, lagipula tasnya untukmu juga..Tak ada ruginya.. Tapi aku jadi senang juga.. mungkin karna aku tak punya anak perempuan, ada kau rasanya seperti punya boneka
Aku murka semurka-murkanya. Menurutnya anak perempuan itu boneka? Mengetahui bahwa aku dianggap sebagai benda yang bisa digerakan seperti kemauannya. Aku pulang dengan air mata kekesalan. Pikiranku mulai berhamburan kemana-mana dan berfikir bahwa setiap orang selalu mempermainkanku semaunya. Seperti itukah orang-orang melihatku? Aku diam pada prinsipku, dan orang-orang kelelahan. Aku mencoba berbaik hati, lalu mereka memanfaatkan.
Kuro aku harus bagaimana?
Aku terdiam ketika memikirkan kuro. Aku tak bisa bicara dengannya. Aku sudah memutuskan untuk percaya Hasa.
Aleya : [Hei..Aku mau cerita....]
Ini pertama kalinya aku sendiri yang mulai bercerita pada Hasa. Aku ingin bersandar padanya.
Hasa : [Kau bodoh Aley. Kubilang apa. Lalu kenapa kau baru cerita padaku ketika semuanya sudah membuatmu kesal!? Itu salahmu Aley, atau sebenarnya diam-diam kau juga senang dimanjakan, senang dipuji oleh Darso? Hingga kau tidak sadar cuma dianggap boneka]
Aku mendapati Hasa marah besar padaku. Tulang – tulangku terasa remuk untuk kesekian kalinya.
Kuro tiba-tiba memelukku. Aku tahu sebenarnya dia ingin mengatakan “sudah kubilang tak usah mengandalkannya” Tapi dia hanya diam memelukku.
Maaf” ucapnya membuatku semakin lemas.
Aku tertawa getir di sela – sela tangisanku.
“haha.. sebenarnya aku bercerita hanya ingin pembenaran ya?”
Kuro menggeleng.
“Seharusnya aku memberi tahu soal Darso”
“Kuro kau sudah tahu!?” Aku tidak bisa menahan bentakanku.
Tangisanku semakin menjadi jadi. Kuro semakin erat memelukku. Pada akhirnya kuro yang benar-benar ada di sampingku saat ini.
Kuro mengangguk, dia sudah merasa bahwa Darso punya maksud tersembunyi padaku. Bagiku, Itulah sebabnya Hasa lebih pengatur dari sebelumnya. Seharusnya dia memberi tahu, dengan begitu Hasa tak perlu semarah itu padaku.
Tidak ada hubungannya dengan Hasa, Lea. Darso dan Hasa, mereka dua orang dengan rencana yang berbeda, tapi sama-sama punya maksud tersembunyi padamu! Dan aku tahu keduanya bukan siapapun untukmu.”
“Tentu ada hubungannya! Aku tak peduli soal Darso, tapi Hasa...”
 “Hasa lebih bisa dipercaya!? Dia bahkan lebih percaya kau akan tergoda Darso! Dengarkan aku Lea. Kali ini Hasa lah yang tidak mempercayaimu! Itu sebabnya aku tak ingin kau membelanya lagi. Sejak komitmen kalian selesai, dia sudah tidak percaya padamu. Aku bahkan tak tahu apa yang masih dia inginkan darimu.
“Kalau.... begitu... bukannya aku harus membuatnya percaya?”
Kataku masih terisak. Sedangkan kuro tiba-tiba melepaskan pelukannya.

0 komentar: