Kepingan 81

//Diari Aleya 2//
Rasa panas itu menjalar dari mata ke wajah hingga ke dada. Pemandangan yang baru saja kutemukan menggelembungkan buih buih kekesalan yang akhirnya tumpah ruah menjadi air mata tanpa suara. Saat itu aku yang sedang berada di ruang tamu keluargaku, aku langsung beralih posisi : mengunci diri di kamar. Aku menarik nafas. Seharusnya aku tak se emosional ini.
Hasa : [Sedang apa Aleeeey <3]
Aleya : [Cuma membaca]
Hasa : [tidak kumpul dengan keluarga?? Kan jarang pulaang, kangen kangenan kek di rumah]
Aleya : [haha, tidak]
Hasa : [kenapa? Singkat sekali]
Aleya : [kan memang biasanya begini -_-]
Hasa : [Dingin. Bosan, padaku?]
Aleya : [ya ampun, tentu saja tidak]
Aku menenggelamkan kepalaku diatara bantal, menggeram sepuasanya. Aku sendiri tak paham situasi ini, hanya saja hari ini Hasa terasa amat menyebalkan. Pertanyaan pertanyaan mulai bermunculan dikepalaku dan pikiranku bertaburan tidak karuan.
Hasa : [Hei Aley, bicara dong! Ada apa?]
Hasa : [kau ingat kan waktu aku bilang jangan diam? ]
Aku menggeram sekali lagi. Aku lebih kesal lagi pada diriku sendiri, seharusnya aku tak perlu merasa sekompleks ini.
Hasa : [Karna story whatsapp ku?]
Aleya : [Ya, mungkin]
Karena memang itu yang memicu emosiku, aku melihat postingannya berfoto bersama teman lamanya. Wanita cantik yang pernah dia sebutkan sebagai salah satu wanita berkarakter kuat. Mereka berfoto berdua dengan berbagai filter kekinian yang lucu. Cocok dan kompak.
Aku ingat, kuro pernah bilang itu cemburu, tapi rasanya tidak semenyebalkan ini. Mungkin aku lebih merasa terintimidasi atau tersaingi.
Aku menarik diariku.
Pasangan yang lucu dan seru. Siapapun pasti menganggapnya begitu.
Cocok satu sama lain.
Dia juga bangga menunjukannya.
Jika aku tidak ada di hidupnya. Kurasa terlalu mudah untuknya mendapatkan pengganti. Bahkan sekarapun..
Tapi aku?
Aku mulai tersedu.
Tidak, dia hanya sedang menunjukan kegiatan reuninya saja. Itu hanya foto saja.
Ponselku kembali bergetar
Hasa : [maaf Lea. Sudah kuhapus, cek lagi story ku hehe]
Aku mengeceknya lagi, story nya kini berganti sebuah klarifikasi. Disana terpampang foto candidku saat bekerja---yang entah didapat darimana. Di foto itu, aku sedang terduduk lusuh dihadapan komputer dengan latar belakang orang yang berseliweran. Foto itu bertuliskan keterangan : “Bukan yang tadi, tapi yang ini.”
Aku menggeram lagi. Bagiku dia terasa sedang membandingkan, bukan mengklarifikasi. Tak peduli untuk siapa dia mengklarifikasi. Tapi seharusnya dia menghapusnya saja.
Aku menarik nafas. Mencoba mencari sisa – sisa akal sehatku.
Aleya : [sudahlah cuma foto. Tak apa apa]
Hasa : [hehe iya Aleey]
Hasa : [tapi boleh ga kalau semisal posting foto berdua gituu?]
Aku berusaha mempertahankan ketenanganku yang masih tersisa setipis kertas. Aku mengambil kembali penaku.
Aku tak tahu kau bertanya, karena ingin menguji emosiku, karena tak tahu, atau karena pura –pura tak tahu. Atau mungkin kau memang tak mau tahu detil emosi wanita.
Aleya : [terserah saja, : ) bukan masalah. toh kau tak ada perasaan apa apa kan?]
Hasa : [enggaaak laah, Aley yang terbaik]
Pikiranku berusaha berjalan dijalur semestinya. Aku lanjut menuliskan diariku.
Apa seseorang semata mata hanya memposting sesuatu karena ingin saja? Bukankah ada tujuan? Atau juga kesan.
Ada jeda yang tidak aku pahami. Meski percaya, tetap saja ada kecewa. Ada perasaan takut yang amat besar. Sebab dia masih mampu pergi sementara aku sudah terpatri.
Kalau dia pergi, bagaimana dengan Ibu Hasa? Bagaimana perasaanya?
Apa tidak bisa aku mendengar ceritanya lagi? Apa boleh aku minta diadopsi saja? Tapi apa Ibu juga masih mau menemuiku?
Tapi bagaimana kalau memang gadis itu lebih baik daripada aku? Lebih bisa membahagiakan? Bahkan foto pun sudah terlihat serasi..
Yang terbaik saat ini apa akan jadi yang terbaik menurutnya nanti? Dia sendiri bahkan tak tahu.
Bagaimana kalau dia memilih pergi..?
Pena yang kupakai, terlepas dari genggamanku. Aku tak ingin menuliskan apapun lagi yang ada didalam pikiranku. Aku hanya bisa tersedu.
***
“Lea, bangun!”
 Aku mendengar pintu kamarku di ketuk untuk kesekian kalinya. Aku menarik selimutku, membalut seluruh tubuhku didalam kain berbulu yang hangat itu.
“Lea! Waktunya subuh!”
Teriak suara di balik pintu sekali lagi, kesadaranku mulai mengidentifikasi suara itu sebagai gema yang sama yang selalu membangunkanku di pagi hari, di rumah : Suara Ibuku. Aku bergegas bagun dan mendapati perutku terasa panas terlilit rasa mulas yang tajam, pertanda dismenore. Kulihat kamarku berantakan, diari, pena, tissue hingga bantal dan gulingpun tergeletak sembarangan.
“Sepertinya aku ‘kedatangan tamu bu’” sahutku membuka pintu dan bergegas menuju kamar mandi. Dengan laporan itu, Ibuku paham, berarti aku tidak ikut sholat subuh pagi ini.
Saat kembali ke kamar, aku bercermin dan melihat bayangan sekitaran mataku yang membulat dan menebal, sembab. Aku membaca ulang diariku semalam. Sisa kekecewaan dan rasa takut yang sama masih menjalari seluruh tubuh hingga ubun-ubunku.  Tapi pikiran sehatku sudah kembali seutuhnya.
Aku mulai membaca halaman diariku sebelum-sebelumnya
Selamat Malam, April 2018
Selamat malam wanita kesayangan, Selamat malam wanita tangguh, Selamat malam wanita pelupa, dan selamat malam lainnya yang sering dia kirimkan. Bukan selamat pagi, tapi selamat malam, menjadi lullaby pengantar tidur tersendiri buatku. >_< Aku ingin membalasnya tapi tak sekreatif itu.. haha, Tapi aku euphoria karena merasa istimewa.
Gantungan ponsel,  April 2018
Dia bilang itu bonus karena dia pesan produk kecantikan. Aku tak peduli, aku terlalu suka. Dibandingkan aksesoris gelang atau cincin atau apalah yang sering dibicarakan perempuan lainnya. Aku suka gantungan ponsel. Sebab aku merasa seperti sawako kuronuma. Haha. <3
Novel, April 2018
Tadi siang aku dan Tana berniat membeli novel J K Rowling terbaru, kami bingung harus beli novel versi asli berbahasa inggris atau berbahasa indonesia. Pada akhirnya kita beli novel nasional karya Dee yang jelas berbahasa Indonesia.
Aku jadi ingat, dulu saat masa pendekatan, Hasa pernah menelponku, karena (sepertinya) kehabisan topik, dia membacakanku sebuah novel berbahasa inggris dan memintaku menerjemahkannya langsung. Hahaha, maaaniiis sih menurutku. Meski akhirnya semalaman hanya selesai satu halaman, sebab banyak bercanda dan berkomentar.
Ada ada saja. Apa dia selalu punya ide sebanyak itu untuk mendekati ‘gadis incaran’ nya?
Masa lalu, Mei 2018
Ini hanya pikiran random sebab aku terlalu bahagia hari ini.
Jika aku bisa kembali ke masa lalu, aku ini menemui Hasa di waktu kecil, mengusap kepalanya dan bilang bahwa dia anak yang hebat, lalu bersorak paling keras saat dia ikut lomba pidato bahasa inggris ketika sidang orang tuanya. Lalu aku juga ingin menemuinya saat masa SMA, melihat seberapa berandal dia, menjitak kepalanya sambil bilang “itu tanda terima kasih ku”
Hahaha apa itu akan mengubah alur kehidupan?
Kepala dan Hidung, Mei 2018
Aku lupa tadi kita membicarakan apa, yang aku ingat Hasa cuma tertawa lalu mengelus kepalaku dan mencubit hidungku gemas. Untuk beberapa detik aku membeku. Entah dia sadar atau tidak.  Dulu aku tidak suka jika ada yang bilang “gemas sekali pengen cubit hidung Aleya” iyuh. Menyebalkan.
Tapi karena itu Hasa, aku justru sangat tidak keberatan.  
Aku menemukan masih banyak lagi lembaran yang menceritakan sisi manis Hasa. Aku menghela nafas panjang dan menyimpan diariku lalu menguncinya di tempat yang paling rapat dan aman.
Perutku kembali menyebar rasa sakit yang teramat. Premenstrual Syndrome, kurasa itu  menjadi salah satu penyebab emosiku begitu meluap tertamat sangat tadi malam. Hasa Mahesa Hendra, sedangkan dia menjadi pemicu utama aku bisa merasakan berbagai emosi yang teramat mendalam layaknya wanita pada umumnya.

0 komentar: