Kepingan 87


//ADA//

Alarm ponselku berbunyi amat nyaring dan aku bergegas menekan tombol sonooze. Lalu kembali melipat diri di dalam selimut yang hangat. Pagi yang tenang dan sunyi membuatku betah berada di alam mimpi. Tak ada suara cerewet yang selalu ribut soal bangun di pagi hari. Aku terlelap lagi.

“ting”
“ting”
“ting”
“ting”
Ponselku berbunyi lagi mulai membuatku menggerutu, tanpa melihat si pengirim pesan, fokusku beralih pada tampilan layar ponsel yang jelas menunjukan jam analog dengan jarum pendek mengarah nyaris ke angka tujuh.
“Jam tujuh kurang sepuluh!? Shit
Sambil bergegas menyipkan baju, aku mulai ricuh kesana kemari bersiap untuk pergi kerja, jamkantorku pukul 07.00 tepat! The power of kepepet membuatku lebih gesit dari biasanya. Jam 7 lebih lima menit aku sudah sampai di tempat kerja.
“Aleya tumben terlambat” Darso sudah standby di depan pintu kantor, membuat mood ku luntur seluntur-lunturnya.
“maaf, kesiangan” gumamku langsung ke mejaku.
“pasti karena kelelahan karena banyak kerjaan dengan saya ya? jangan sakit ya nanti saya disalahkan hehehe”
Aku tersenyum pahit, lalu mengecek ponselku tanpa menghiraukannya. Aku lelah dengan tingkahnya yang tanpa jeda. Dia mulai sering mengirimi pesan, menungaskan macam-macam kegiatan diluar pekerjan, hingga membuat rekan-rekan pekerjaan lainnya membicarakan segala macam tetek bengek tentangnya.
Aku bahkan masih ingat, tiga hari lalu ketika aku izin cuti pulang dan berniat mendinginkan kepalaku. Tiba tiba aku mendapat pesan serasa pesan kematian.
Darso kantor   : [Aleya, izin cuti? Apa kau baik baik saja?]
Darso kantor   : [Aleya sakit?]
Darso kantor   : [Aleya aku sudah ada di kota tempat tinggalmu, aku akan menjenguk]
[Daso kantor panggilan tak terjawab 09.11]
[Daso kantor panggilan tak terjawab 10.32]
[Daso kantor panggilan tak terjawab 12.12]
Darso kantor   : [Aleya aku sudah di depan rumahmu bersama pa Nandar, mau menjenguk.]
Bukannya ketenangan, yang kudapatkan justru mimpi buruk. Dia segila itu hingga bahkan mencari tahu alamat kampung halamanku. Dia menemui orang tuaku dengan berdalih untuk memastikan bahwa aku, rekan kerjanya, baik baik saja. Ketua tim mana yang mengganggu bawahannya ketika cuma izin cuti dua hari, hah!?
Karena itu, melihatnya saja membuatku benar-benar malas. Dia melakukan hal tak penting yang membuatku kehilangan rasa hormatku padanya. Ironis, padahal awalnya aku benar benar menghormatinya.
“Aleya kenapa diam saja? melamun ya?”
Suaranya terdengar memekik di telinga. Mengingat tingkahnya itu justru membuat mood ku semakin berantakan. Ditambah sekarang dia sudah berdiri mentereng dihadapanku. 
Kau pikir kenapa? Bukankah sudah jelas aku tak nyaman dengan tingkahmu?
Aku hanya bisa memaki dalam hati.
“Tak apa”
“Wah Aleya sekarang jadi sensitif ya! Aku jadi harus hati-hati kalau bicara”
***
Aku berusaha kembali fokus pada pekerjaanku. Sambil membuka pesan Hasa yang pagi tadi belum sempat kubaca, aku berhaap, setidaknya ini akan membuat moodku lebih baik.
Hasa : [pagi Aley]
Hasa : [sudah berangkat kerja? Selamat beraktifitas Aley <3 ]
Hasa : [jangan lupa ceritakan soal yang darso lakukan!]
Hasa : [Aley?? Sudah bangun kan?]
Aku tesenyum tipis melihat emoji yang dia pakai.
Aleya : [maaf, tadi aku kesiangan. Skr sudah di kantor]
Aleya : [ay ay kapten]
Aleya : [sepertinya sekarang agak malas kerja.]
Aleya : [Kau juga selamat beraktifitas]
Aku menghapus emoticon [<3] karna kupikir terlalu berlebihan.
Aleya : [<3]
Tapi mungkin tidak berlebihan juga.
Hasa : [Kau? Panggil yang benar dong]
Hasa : [kenapa malas Lea? Kau baik baik saja?]
Aku mendesah panjang.
Aleya : [sampai kapan aku harus memanggil sayang?]
Aleya : [malas saja. Yaa tak apa]
Hasa : [tak ada batas waktu di perjanjian challangenya Aley. Kenapa? Kau tidak suka? Yasudah!]
Aku memutar bola mata. Serius dia akan mempermasalahkan ini lagi sekarang?
Aleya : [Cuma bertanya.]
Hasa : [Kau seperti sedang malas berkomunikasi denganku Lea. Bosan?]
$^%$$#^!!!! Aku benar-benar tak tahu harus berkata apa. Simpul senyumku berbalik arah.
Aleya : [Aku sedang malas melakukan apapun. Bahkan kerja, jadi tolong biarkan aku menenangkan diri oke?]
Hasa : [kau kenapa Aley? Kau sedang dimana sekarang?]
Aku tak langsung membuka pesannya untuk menikmati sejuknya agin pagi seolah memberiku bantuan nafas. Aku saat ini sedang di balkon kantor lantai tiga. Tak banyak orang yang mau mengunjungi tempat ini karena terlalu sepi. Saat ini benar-benar tak bisa peduli soal apapun, pikiranku berantakan, banyak kesalahan yang kubuat di beberapa arsip yang ku kerjakan. Aku menyerah dan meminta revan menghandle sebagian tugasku.  
Hasa : [Jangan diam Aley.]
Aleya : [masih dikantor]
Hasa : [sedang bekerja?]
Aleya : [tidak. Hanya bertapa di lantai tiga]
Hasa : [Apa yang kau lakukan? Kau kenapa?]
Aku menjauhkan ponselku. Sebentar saja, aku hanya perlu waktu sendiri selama beberapa menit.
***
Apapun yang terjadi, jangan diam menutup komunikasi. Atau kita akan terbiasa saling mengabaikan.
Tiba-tiba aku ingat kalimat Hasa beberapa waktu yang lalu. Ketika dia bercerita soal mantannya yang dia abaikan, mulai mengabaikannya lalu benar-benar meninggalkannya.
Aleya : [Cuma menenangkan diri saja, sudah kok. Aku kembali bekerja sekarang]
Hasa : [tunggu, aku kesana sekarang]
Aku tercengang. Apa dia benar benar serius?
Aleya : [hei.. bukannya sedang kerja? Kenapa kesini?]
Hasa : [tunggu saja]
Butuh waktu tiga jam untuknya untuk bisa berkunjung ke kota ini. Tapi dia benar-benar datang.
Saat jam istirahat siang, cengir kuda khasnya sudah menyambutku di depan gerbang kantor. Aku mendadak luluh.
“Istirahat kan? Ayo..”
“Kemana?”
“Kita jalan-jalan saja”
“Kemana? Jam istiahatku kan sebentar”
“Hm… kita beli perabotan saja, untuk di asama barumu. Kita ke toko perabotan terdekat oke?”
Aku mengangguk. Wajahku terasa panas, tiba-tiba aku merasa diatas angin. Mood ku yang tececer berantakan kembali tersusun rapi membetuk guratan bunga. Curang.
Selama mengantarku belanja, dia melakukan macam-macam keisengan dan mengajakku bercanda. Aku mati-matian menahan gengsi kekesalanku. Tapi tetap, aku tak bisa tahan untuk tidak tertawa bersamanya.
“Sudah baik baik saja? Sekarang semangat lagi kerjanya ya.. hahaha. Sore aku jemput lagi ya”
Dia mengantarku kembali ke depan kantor tempat bekerja tepat pada waktunya.
Aku hanya bisa tersenyum kepadanya.
Dia akan benar benar berusaha ada untukmu, setidaknya untuk membuatmu merasa baik-baik saja.
Kali ini suara kuro yang terbayang di benakku.
Kau benar kuro, kurasa dia orangnya.

0 komentar: